Bahan Dasar Kerajinan Cobek - Panduan Lengkap untuk Keterampilan Jahit dan DIY
Cobek Batu, Kerajinan Tangan Anak Bangsa Turun-temurun
Indonesia menyimpan beragam kerajinan hasil karya tangan-tangan anak bangsa sendiri. Salah satu yang tidak kalah menarik yaitu kerajinan cobek batu asli.Di tengah menjamurnya peralatan dapur modern, produksi cobek batu asli yang dibuat secara manual masih dipertahankan sebagai warisan turun-temurun, bahkan menjadi matapencaharian.
Terik matahari mengiringi perjalanan menuju Dusun Petung Wulung, Desa Toyomarto, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Memasuki kawasan tersebut, di kiri dan kanan jalan hampir selalu dijumpai tumpukan batu gunung, dengan ukuran yang bervariasi. Dari kejauhan, terdengar suara seperti batu yang sedang dipukul-pukul menggunakan alat berat. Benar saja, suara tersebut ternyata berasal dari aktivitas warga Dusun Petung Wulung yang sedang membuat cobek batu.
Bagi anda pencinta sambal, pasti sudah tidak asing lagi dengan alat dapur yang satu ini. Cobek atau yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan mortar, merupakan alat dapur yang sudah ada sejak zaman purbakala dan biasa digunakan untuk menghaluskan ataupun mencampurkan bumbu masakan.
Kata lain dari cobek ini adalah pirang batu yang dibuat ulek.
Namun demikian, di Dusun Petung Wulung, warga masih kokoh mempertahankan produksi cobek batu asli yang langsung dibuat dengan tangan manusia. Kerajinan membuat cobek batu tersebut menjadi ciri khas dari kawasan yang kemudian dikenal dengan desa cobek tersebut.

Macam-Macam Cobek
Cobek Batu
Karena terbuat dari batu, alat penghalus tradisional ini biasanya berat. Ada bermacam-macam batu yang bisa dipakai sebagai bahan, yaitu batu kali, batu gunung, maupun batu candi. Ukurannya bervariasi, tetapi biasanya berdiameter sekitar 17-60 cm.
Bentuknya agak cekung dengan ulekan dari batu sebagai pasangannya. Jenis ini banyak disukai masyarakat karena bahan-bahan segera halus bila ditumbuk di wadah ini lantaran permukaan cobek yang kasar dan keras serta ulekannya yang kuat dan berat.
Cobek yang baru ada baiknya digunakan untuk menghaluskan garam. Dengan cara ini kita dapat mengetahui apakah cobek tersebut dari batu asli atau hanya lapisan. Dengan menghaluskan garam akan terkikis lapisan warnanya. Jika cobek batu asli maka warnanya tidak berubah.
Cara kedua, kucurkan air keran ke cobek untuk beberapa saat. Dengan cara ini, lapisan batu pada cobek yang kualitasnya kurang baik akan terlepas dan tidak akan tercampur dalam bumbu yang akan dihaluskan.
Salah satu daerah di Indonesia yang menjadi sentra perajin cobek dan ulekan batu adalah Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, lokasinya dekat Candi Borobudur.
Cobek Kayu
Cobek kayu jelas lebih ringan dari cobek batu. Ukuran diameternya mulai dari 12 cm, biasanya terbuat dari kayu jati, sonokeling, dan palem.
Jenis cobek ini dapat menghasilkan sambal yang sedap. Namun, ada kekurangannya juga. Jika sudah dipakai lama, kayu akan terkikis dan serpihannya bisa saja bercampur dengan sambal. Selain itu, bila terlalu lama terkena cairan, cobek kayu ini dapat lembap mengembang dan bahkan berjamur.
Cobek Semen
Cobek jenis ini adalah cobek yang sebisa mungkin dihindari oleh banyak orang. Sebab, permukaannya sering kali ikut terkikis bersama bahan-bahan yang tengah dihancurkan. Oleh karena itu, para penjual menaruhnya berjajar dengan cobek batu guna memperoleh dampak yang samar-samar dalam pandangan para pembeli.

Alat Penghalus Tradisional: Cobek, Lesung, dan Lumpang
Cobek memiliki nama lain, yaitu layah atau lemper. Dalam bahasa Sunda dikenal dengan sebutan coét atau cowét, dan dalam bahasa Jawa disebut cowek atau coek. Alat penghalus tradisional ini dilengkapi dengan alat penghancur yang disebut ulekan. Dalam bahasa Sunda, ulekan disebut mutu, sementara dalam bahasa Jawa disebut munthu, uleg-uleg, atau ulegan.
Cobek terbuat dari macam-macam bahan, di antaranya batu, semen, kayu keras, tanah liat, keramik, atau logam (kuningan atau baja antikarat). Biasanya bahan yang lazim digunakan adalah batu alam, batu kali, atau batu andesit (batu vulkanik gunung berapi).
Bentuknya ada yang menyerupai mangkuk besar, ada pula yang berbentuk piring.
Alat semacam ini ternyata sudah digunakan oleh manusia sejak zaman batu (sekitar 35.000 tahun SM). Cobek merupakan salah satu alat tertua yang digunakan manusia sejak Zaman Batu.
Di Yunani, ditemukan artefak dari sekitar kurun waktu 3.200 sampai 2.800 SM yang menunjukkan bahwa alat yang digunakan untuk mengekstraksi atau menumbuk zat pigmen pewarna diambil dari batu-batuan.
Di Amerika, penumbuk aneka bahan disebut guacamole, sementara di Spanyol disebut gazpacho. Dalam Bahasa Inggris cobek disebut mortar, dan ulekan disebut pestle.

Harga Cobek Batu
Harga cobek buatan Adi ini bervariasi, tergantung diameternya. Ia menjelaskan, cobek berdiameter 15 cm dijual dengan harga Rp. 10.000. Sedangkan cobek dengan diameter 20 cm di dijual dengan harga Rp12.500. Lain lagi dengan cobek berdiameter 40 cm yang dipasang dengan harga Rp.80.000. Menurutnya, harga tersebut jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga cobek di pasaran.
Di tengah zaman yang serba canggih ini, cobek bisa saja dicetak dalam skala besar menggunakan mesin pencetak. Dengan begitu, manusia tidak perlu turun tangan secara langsung. Namun, cobek batu warisan zaman kerajaan Singosari ini akan kehilangan nilainya. Atau, bisa saja orang meninggalkan cobek dan beralih pada teknologi canggih seperti blender. Namun, cita rasa makanan yang dihasilkan akan berbeda. Oleh karena itu, cobek batu khas desa cobek ini patutlah dipertahankan sebagai salah satu warisan budaya Indonesia.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Tags: kerajinan bahan