... 7 Cara Mudah Mengatasi Benang Kusut pada Kerajinan Tangan DIY

Mengurai Benang Kusut - Panduan Praktis untuk Pekerjaan Jahit dan DIY

Kesalahan Umum Berpikir Logis

Ada beberapa kesalahan berpikir yang sering terjadi di khalayak, baik secara sadar ataupun tidak. Tapi secara umum, kesalahan berpikir dapat terjadi lantaran satu dari dua hal berikut.

Pertama, premis-premis yang dijadikan sebagai dasar berargumentasi mengalami kekeliruan atau cacat dalam susunannya. Sehingga kehadiran premis yang keliru tadi menyebabkan konklusi yang dihasilkan juga menjadi keliru.

Kedua, terdapat problem yang mendasar dari bentuk premisnya, sehingga menyebabkan hasil yang diperoleh juga mengandung kesalahan.

Perhatikan contoh berikut: (1) Joko pergi ke Semarang atau ke Demak [premis minor]. (2) Ternyata Joko tidak ada di Demak [premis mayor]. (3) Berarti Joko berada di Semarang [konklusi].

Menyimpulkan Joko berada di Semarang dengan berdasar premis mayor di atas, merupakan bentuk kesalahan. Karena tidak ada yang mengetahui dengan pasti keberadaan Joko sedang dimana. Sebab bisa saja Joko sedang tidak berada di Semarang ataupun di Demak.

Proses Pembuatan Tenun Ikat Lungsi

Pada teknik ikat lungsi, benang pakan berwujud benang polos satu warna. Sedangkan benang lungsi sudah mempunyai corak yang dibuat sebelum dipasang di alat tenun.

Sebelum ditenun, benang lungsi diikat sesuai pola lalu dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Semua bagian benang akan berubah warna kecuali bagian yang diikat tali. Bagian benang lungsi yang terikat tali itu tidak tersentuh pewarna sehingga saat ikatan tali dibuka, warnanya tidak berubah.

Berikut ini adalah 6 tahapan dalam pembuatan kain tenun ikat lungsi yang perlu ada ketahui

1. Proses Plangkan

Proses ini dilakukan dengan menyusun benang dari bentuk streng atau kones ke dalam plangkan. Pada saat bersamaan benang-benang tersebut sudah dikres atau disilangkan, agar pada saat proses penenunan benang-benang tersebut dapat menganyam benang pakannya, mengingat benang yang tersusun dalam plangkan adalah benang yang akan digunakan sebagai benang lungsi.

Proses plangkan sering juga disebut proses ngeteng, proses ini harus dilaksanakan dengan cermat. Jika salah dalam menghitung benang maka hasil motif tidak akan sesuai dengan desain yang akan diwujudkan. Proses ini masih manual, kalau tidak hati-hati resiko benang putus dan benang kusut sangat memungkinkan.

2. Proses Pengikatan

Pengikatan dilakukan mengikuti pola atau motif yang sudah digambar. Dulunya tali yang digunakan untuk mengikat adalah daun kelapa atau lontar yang masih muda, direbus dulu sebelum untuk mengikat. Saat ini lebih mudah karena menggunakan tali rafia.

Ikatan yang bagus adalah ikatan yang tepat pada garis pola dan ikatannya padat, sehingga warna tidak tembus pada benang yang sudah diikat. Memola dilakukan dengan kuas dan pewarna Indanthren dengan cara memberi garis sebagai tanda atau batas yang harus diikat nantinya.

3. Proses Pewarnaan

Dilakukan untuk mendapatkan warna pada benang yang nantinya akan ditenun. Dalam proses pewarnaan, resep warna dibuat dalam satu pak benang 6 ikat terdiri dari 25 sampai 26 streng benang. Benang-benang yang akan diwarna tersebut disusun dalam stok, dan dalam satu stok terdiri dari 2 ikat. Zat warna yang dapat digunakan bisa dengan warna alam maupun sintetis. Cara pewarnaan dengan pewarna napthol adalah sebagai berikut:

Anton Muhajir

Jurnalis lepas, blogger, editor, dan nyambi tukang kompor. Menulis lepas di media arus utama ataupun media komunitas sambil sesekali terlibat dalam literasi media dan gerakan hak-hak digital.

Sejujurnya saya tidak tau banyak tentang kasta, setau saya kasta dan warna itu berbeda. Kalau gelar s1, dr, prof, dll itu tergolong warna. Kenapa kasta yang bli sebut gelar itu diturunkan, karna itu bukan gelar profesi, melainkan gelar keturunan. Kasta yang ada sekarang, menurut saya salah satu bentuk “label” atau identitas yang di luhurkan. Jadi kita ingat, leluhur kita siapa? (Maybe) .

memang untuk masalah kasta sendiri masih terlalu kompleks untuk dibahas lebih lanjut. saya sendiri jg masih bingung untuk menjawab pertanyaan seputar kasta, terlebih lagi bila pertanyaan ini terlontar dari teman saya yg notabene bukan orang Bali (berhubung saya merantau). Tapi paling tidak, kembali lagi ke individunya dalam hal memandang kasta dan mengartikan kasta itu sebagai apa. Mengapa? Ini karena sekarang orang2 sudah mulai untuk open minded dan bisa berpendapat tentang hal itu.

Kasta dan juga semua sistem strata sosial yang ada dalam peradaban manusia adalah hasil pemikiran manusia karena itu sifatnya kultural, sama sekali tidak natural. Artinya sistem strata sosial itu tak memiliki nilai esensial sehingga sangat mungkin untuk berubah atau dirubah. Jadi sistem strata sosial itu tak memiliki keterkaitan dengan hal-hal yang bersifat magis karena murni hasil pemikiran manusia. Pembentukan strata sosial semacam kasta sebenarnya mimiliki kesamaan dengan pembentukan klas-klas dalam masyarakat seperti dalam pemikiran Marxian. Hanya saja Marxian orthodok membagi klas pada dua besar yakni klas borjuasi dan klas buruh. Demikian pula dengan pola-pola pelestariannya hampir sama yakni bagaimana klas-klas berkuasa bekerja keras untuk mempertahankan kekuasaan dan privelege nya.Dalam sistem Kasta pola pelestariannya dilakukan dengan menciptakan mitos-mitos yang distrukturkan dalam teks-teks seperti dalam babad-babad. Penstrukturan mitos ini berlangsung dalam pola hubungan yang tidak seimbang, yakni antara yang berkuasa dan dikuasai sehingga teks yang mengendalikan adalah teks yang dibuat oleh kelas yang berkuasa. Hal ini mengakibatkan bahwa apa yang disebutkan dalam teks tersebut menjadi seolah-olah adalah kebenaran. Dan inilah yang hingga kini menancap kuat di benak manusia-manusia Bali sehingga sistem Kasta bisa demikian lestari. Tetapi dalam beberapa kasus, hubungan antara puri (kerajaan) dengan panjak (rakyat) juga memiliki sejarah hutang budi dimana sekelompok orang pernah ditolong nyawanya oleh raja. Penyelamatan nyawa ini mengikat panjak dan keturunannya dengan Raja yang keturunannya juga. Hal seperti inilah yang juga melanggengkan sistem kasta antara Ksatria dan Sudra. Sementara hubungan antara Brahmana dan Sudra lebih banyak karena adanya ketergantungan dalam persoalan ritual. Penguasaan teks-teks yang menjelaskan ritual hanya pada kelompok Griya (Brahmana) mengakibatkan Sudra tak memiliki banyak pengetahuan tentang pelaksanaan ritual. Hal ini dimanfaatkan kelompok Brahmana untuk menjaga ajegnya kekuasaan dan privelege mereka. Hanya saja, belakangan hal ini sudah mulai dirombak karena adanya keberanian dari beberapa soroh untuk menggunakan pemuput upacara dari soroh mereka sendiri. Misalnya soroh Pande memiliki pendetanya sendiri bukan dari kalangan Pedanda. Begitu juga Soroh Pasek dan Bujangga Waisnawa. Nah nanti kalau semua soroh (sudra) tak lagi menggunakan Pedanda, bisa jadi kekuasaan Klan Ida Bagus sebagai Kasta yang lebih tinggi dari Sudra akan runtuh. Sama dengan relasi-relasi sosial lainnya yang terjadi dalam masyarakat, intinya adalah pada bagaimana kekuasaan itu bisa langgeng/dilestarikan, Dan sistem kasta ini akan runtuh jika terjadi pergeseran-pergeseran nilai-nilai mengenai kelompok-kelompok yang berkuasa. Menurut saya kini hanya menunggu waktu saja, bahwa akan tiba saatnya strata sosial kasta ini tak lagi memiliki nilai. Prosesnya akan berlangsung semakin cepat akibat kemajuan-kemajuan cara-cara berpikir manusia secara cepat pula. Kemajuan teknologi informasi menjadi salah satu penyebabnya.


Tags: benang

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia