"Gelang Benang Hitam - Perlengkapan Penting untuk Bayi"
Upacara Turun Mandi dari Suku Minangkabau
Upacara adat Turun Mandi di Tanah Datar, Sumatra Barat | pasbana.com
Minangkabau atau Minang, merupakan suku yang selama ini diketahui berasal dari wilayah Sumatra Barat. Sama seperti upacara menyambut kelahiran bayi pada umumnya, Turun Mandi merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat bayi yang baru lahir ke dunia.
Tradisi Turun Mandi biasanya dilakukan pada saat bayi baru lahir hingga berusia tiga bulan. Diketahui bahwa zaman dulu, ritual Turun Mandi dilaksanakan di sumber mata air seperti sungai, tempat pemandian, atau sumur yang oleh masyarakat Minang disebut sebagai Luhak.
Dalam melaksanakan upacara Turun Mandi, ada beberapa syarat dan ritual yang harus dilakukan. Pertama, pembuatan Sigi Kain Buruak, semacam obor yang berasal dari kain robek. Sigi dibakar di dalam rumah kemudian dibawa ke tempat upacara Turun Mandi dilaksanakan.
Selain itu, disertakan pula Tangguak atau alat yang digunakan untuk menangkap ikan dan melambangkan bekal ekonomi sang anak di masa depan. Tangguak digunakan untuk meletakkan batu yang diambil dari sungai sebanyak tujuh buah, kemudian batu dan bibit kelapa yang sebelumnya dihanyutkan dibawa pulang untuk kemudian ditanam secara bersamaan.
Tak ketinggalan, disertakan juga Palo Nasi, yaitu nasi yang dilumuri dengan arang dan darah ayam. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, hal ini bertujuan untuk mengusir setan yang ingin ikut hadir dalam upacara Turun Mandi.
Terakhir, dalam ritual ini dibuat pula makanan yang dinamakan Batiah Bareh Badulang atau beras yang digoreng. Makanan tersebut nantinya akan diberikan kepada anak-anak yang ikut serta dalam upacara Turun Mandi sebagai bentuk ucapan terima kasih.
Terlepas dari tempat pelaksanaan yang biasanya dilakukan di sungai, saat ini prosesi Turun Mandi juga bisa dan banyak dilakukan di rumah tanpa menghilangkan ciri khas yang melekat pada pelaksanaan di Sungai. Termasuk salah satu keharusan memandikan bayi oleh seorang Bako yang merupakan keluarga dari pihak bapak.
Gelang Rasta Bali
Selain gelang Tridatu, gelang Rasta juga merupakan gelang khas Bali. Rasta sendiri merupakan sebutan bagi penganut Rastafari, yaitu nama pada sebuah gerakan yang mulai berkembang pada tahun 1930 di Jamaika.
Mereka juga memiliki beberapa ajaran yang tentu harus diikuti bagi para pengikutnya yang terdiri dari para petani dan penduduk miskin. Nah, kaum Rasta sendiri merasa tertindas karena perlakuan masyarakat pada masa itu.
Justru pada keadaan berbalik sejak masa kepemimpinan Perdana Menteri Manley yang mulai membela kaum Rasta. Gerakan Rastafari ini kembali tersebar salah satunya melalui perkembangan musik reggae. Dalam hal ini musisi Bob Marley merupakan tokoh yang berperan penting dalam penyebarannya.
Rastafari sendiri memiliki simbol berupa warna yang terdiri dari merah, emas, dan hijau, yang tercermin dalam pakaian dan aksesorisnya. Merah berarti darah para martir, hijau melambangkan tumbuhan Afrika, dan emas berarti kekayaan dan kemakmuran dari Afrika.
Tentunya kamu sudah tidak asing lagi kan dengan aksesoris kaum Rasta ini? Kamu dengan mudah akan menemukan gelang dan aksesoris lainnya. Kamu bisa menggunakan gelang Rasta yang memberikan kesan yang modis pada setiap rajutannya karena memiliki seni tersendiri.
Mengenal Gelang Khas Bali: Jenis, Model, dan Filosofinya!
Gelang menjadi salah satu aksesoris favorite, baik laki-laki maupun perempuan. Gelang sendiri memiliki beragam bentuk unik dan warnanya yang cantik. Terdapat pula gelang Bali yang sudah familiar bagi kalangan masyarakat. Meskipun kamu bukan orang Bali atau umat Hindu juga dapat memakai gelang ini, lho! Pada artikel kali ini akan membahas mengenai gelang Bali, yaitu:
Gelang khas Bali atau dikenal dengan Gelang Tridatu menjadi penanda bagi orang Bali. Nah, jika kamu melihat seseorang memakai gelang ini, maka dapat dipastikan jika orang tersebut adalah warga Bali. Tetapi, seiring perkembangan zaman, gelang Tridatu dikenal oleh orang luar Bali dan dapat dibeli dengan mudah, bahkan sebagai oleh-oleh.
Filosofi Gelang Tridatu
Gelang tridatu bukan hanya gelang biasa, terdapat arti secara spiritual dibalik gelang Tridatu terutama bagi masyarakat Bali. Jika kamu belum memahami lebih dalam mengenai gelang Tridatu, berikut filosofinya:
Awal mula dari penggunaan gelang Tridatu sebagai suatu anugerah bagi orang yang mendekatkan dirinya kepada Tuhan. Gelang Tridatu juga dipercaya bisa menjauhkan serta melindungi diri dari hal-hal negatif.
Benang Tridatu pertama kali diberikan kepada orang yang datang ke Pura Dalem Ped Nusa Penida. Hingga kini, gelang Tridatu dibagikan kepada setiap umat yang datang ke seluruh Pura di Bali.
Kata Tridatu asalnya dari kata Tri yang memiliki arti tiga, sedangkan Datu memiliki arti elemen atau warna. Sehingga, kata Tridatu memiliki arti tiga elemen yang berasal dari tiga benang dengan tiga warna yaitu merah, putih, dan hitam.
Nah, manifestasi dari ketiga warna benang tersebut merupakan lambang dari kesucian Tuhan. Pada benang warna merah menjadi lambang kekuatan Dewa Brahma sebagai Pencipta, Dewa Wisnu sebagai Pemelihara yang dilambangkan dengan warna hitam, serta warna putih yang melambangkan kekuatan Dewa Siwa sebagai Pelebur.
Gelang Mote-mote
Mungkin sebagian orang masih asing dengan gelang mote-mote ini. Variasi yang dimiliki gelang mote-mote sendiri beragam. Ada gelang yang terdiri atas kawat dengan rangkaian mote dan bunga keramik atau mote-mote dengan variasi batu keramik. Apalagi jika kamu suka dengan desain yang artistik, gelang ini bisa menjadi pilihannya.
Itulah beberapa jenis, model, dan filosofi dari gelang khas Bali. Selain sebagai aksesoris, gelang juga dapat menjadi simbol. Kamu bisa membeli gelang sebagai oleh-oleh maupun simbol kepada orang yang tersayang. Pastikan kamu membeli jenis gelang Bali yang sesuai dengan keinginanmu, ya!
Semua dapat diperoleh dengan mudah hanya di tempat oleh-oleh The keranjang Bali. Tidak hanya itu saja, untuk penataan gelang display tertera dengan apik dan diberikan makna dari setiap jenis gelang. Jadi, kamu tidak perlu bingung lagi dan pastinya pengunjung bisa teredukasi!
Tempat yang disediakan The Keranjang Bali juga sangat nyaman. Fasilitas tempat juga lengkap, mulai dari kids area, mushola yang dapat menampung sampai 300 orang, bahkan tempat khusus yang dapat dijadikan berbagai event atau event catering dengan kapasitas 300 orang yang sudah termasuk LED, lighting, dan sound system.
The Keranjang Bali yang beralamat di Jalan bypass Ngurah Rai No. 97/ Jalan Raya Tuban No. 92 Kuta Bali (5 menit dari Bandara). The Keranjang Bali buka hari senin s/d kamis jam 09.30-21.00, hari Jum’at jam 09.30-22.00, sedangkan hari Sabtu dan Minggu jam 09.00-22.00.
Penulis:
Jatakarma Samskara bagi masyarakat Hindu di Bali
Ilustrasi bayi di Bali | balilostadventure.com
Selain sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran seroang bayi, ritual satu ini juga diyakini sebagai upaya untuk memberikan keselamatan pada sang bayi hingga besar kelak. Ritual Jatakarma Samskara juga merupakan bentuk kepercayaan bahwa bayi yang dilahirkan dapat melanjutkan tugas-tugasnya terhadap leluhur dan masyarakat setempat.
Sama halnya seperti ritual kelahiran bayi yang dimiliki oleh setiap daerah, pelaksanaan Jatakarma Samskara juga dilengkapi dengan beberapa syarat dan tata cara yang khas. Pertama, keberadaan Dapetan atau Banten Dapetan, sebuah sajen yang terdiri dari dari nasi berbentuk tumpeng dengan rerasmen (kacang-kacangan) dan buah-buahan.
Tak lupa ada juga Canang, yaitu persembahan berupa bunga yang berfungsi sebagai atribut upacara. Kemudian diperlukan juga sebuah periuk kecil, yang digunakan untuk menanam ari-ari. Periuk ini dapat digantikan dengan kendi kecil lengkap dengan penutup, atau sebuah kelapa yang airnya sudah dibuang.
Mengenai pelaksanaan, Jatakarma Samskara dipimpin oleh salah seorang keluarga yang tertua atau dituakan, demikian juga untuk melakukan bagian menanam (mendem) ari-ari milik sang bayi. Apabila tidak ada keluarga tertua, misalnya hidup di rantauan, sang bapak dapat melaksanakan upacara ini.
Hal yang tak boleh terlewat, kendi atau kelapa terlebih dulu ditulisi dengan aksara Hindu yang berbunyi OMKARA (OM) pada bagian tutup kendi atau belahan kelapa bagian atas, dan pada dasar alas kendi atau bagian bawah kelapa ditulisi AHKARA (AH).
Kendi atau kelapa kemudian dibungkus dengan kain putih yang di dalamnya diberi bunga. Selanjutnya, bungkusan tersebut ditanam pada halaman rumah dengan ketentuan penempatan di sebelah kanan pintu ruangan jika bayi yang lahir berjenis kelamin laki-laki, dan sebelah kiri untuk bayi perempuan.
Tags: benang untuk hitam bayi