Menghemat Benang dan Kreativitas - Seni DIY di Dunia Jahitan
Tamimah dari Ayat Al Qur’an
Bagaimana jika tamimah atau jimat berasal dari Al Qur’an? Seperti seseorang menggantung mushaf Al Qur’an di rumahnya untuk melindungi rumah dari gangguan dan makhluk jahat, atau menggantungkan surat Al Ikhlas di dadanya. Semisal ini pula yaitu menggantungkan ayat kursi di dinding rumah agar rumah tidak kemasukan setan dan makhluk jahat.
Untuk masalah tamimah berasal dari Al Qur’an para ulama berselisih pendapat. Sebagian ulama memberikan keringanan, sebagian lagi tetap melarang. Di antara yang berpendapat demikian adalah Ibnu Mas’ud. (Lihat Kitab Tauhid, Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab)
Dalil ulama yang membolehkan tamimah dari Al Qur’an yaitu di antaranya firman Allah Ta’ala,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al Isro’: 82).
Ulama yang melarang tamimah dari Al Qur’an beralasan:
Pertama , Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya mantera-mantera, jimat-jimat dan pelet adalah syirik”. Hadits ini umum menunjukkan seluruh tamimah, baik dari Al Qur’an atau selainnya. Jadi seluruh tamimah itu syirik. Namun mengatakan bahwa tamimah dari Al Qur’an itu syirik tidaklah tepat karena yang digantung adalah kalamullah.
Kedua , tamimah yang berasal dari Al Qur’an bisa jadi dibawa ke tempat kotor seperti toilet sehingga jadinya malah melecehkan Al Qur’an.
Ketiga , tidak bisa dibedakan apakah itu tamimah ataukah itu Qur’an sehingga sulit diingkari.
Keempat , tidak bisa dibedakan manakah ayat Qur’an dan manakah rajah-rajah yang berbau syirik karena sama-sama tulisan Arab. Sehingga seseorang bisa memakainya padahal itu hanyalah tulisan rajah yang tidak bermakna.
1 Tamimah yang diambil dari Alquran
Yaitu menulis ayat-ayat Alquran atau asma’ dan sifat Allah kemudian dikalungkan di leher untuk memohon kesembuhan dengan perantaranya. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengalungkan tamimah jenis ini, akan tetapi pendapat yang benar adalah diharamkan. Hal ini didasarkan pada tiga hal:
Keumuman larangan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam serta tidak ada dalil yang mengkhususkannya
Untuk tindakan prefentif (saddu adz-dzari’ah), karena hal itu menyebabkan dikalungkannya sesuatu yang tidak dibolehkan
Bahwasannya jika ia mengalungkan sesuatu dari ayat Alquran, maka hal itu menyebabkan pemakaiannya menghinakan, misalnya dengan membawanya untuk buang hajat, istinja’ atau yang lainnya.
Adapun menggantungkan tulisan ayat Alquran, asma’ dan sifat Allah untuk tujuan perhiasan atau agar untuk dibaca ketika melihatnya, misalkan di dinding rumah, di pintu, atau di kendaraan, maka hal itu diperbolehkan.
Mengenal Tamimah
Tamimah pada asalnya digunakan untuk mencegah ‘ain, yaitu pandangan dari mata hasad (dengki). Dengan pandangan yang hasad, seorang anak bisa menangis terus menerus, atau lumpuh atau terkena penyakit. Untuk melindungi anak kecil dari penyakit ‘ain ini, di masa silam –zaman Jahiliyah- digunakanlah tamimah, yang bentuk pluralnya tamaa-im. Ketika Islam datang, tamimah atau jimat semacam ini dihapus (Lihat Fathul Majid, 131).
Namun tamimah beralih digunakan lebih umum yaitu pada segala sesuatu yang digantung untuk mencegah ‘ain atau lainnya, baik berupa gelang, kalung, benang, atau ikatan. Ini semua disebut tamimah. Nah, kalau di sekitar kita, jimat dan rajah dengan berbagai macam bentuknya dengan berbagai macam penggunaan, itulah yang termasuk dalam tamimah.
Di sekeliling kita, tamimah dapat berupa keris untuk melindungi rumah misalnya, berupa benang pawitra untuk melindungi anak agar tidak terkena bahaya, dan berupa tulisan rajah yang dipasang di atas pintu masuk warung untuk melariskan dagangan.
Berikut contoh-contoh jimat dan rajah yang kami peroleh. Kadang jimat ini menjadi sarangnya jin, namun masih disimpan di rumah-rumah sebagai benda pusaka dan tujuan lainnya.
Dalil Larangan Jimat dan Rajah
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Kepada-Nya-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az Zumar: 38)
Tags: benang