Kerajinan Jarum Tradisional dari Sumatera Barat - Eksplorasi Kreatif dan Kesenian DIY
Kerancang, Kerajinan Bordir yang dibawa Belanda ke Sumatera Barat
Bekas tentara itu berasal dari Kalkutta, India dan memilih pergi Ke Pariaman daripada kembali ke daerah asal mereka saat Rafless mengakhiri kekuasaannya di Sumbar tahun 1822.
Dalam buku karya A.Wachid, Hajjah Rosma dan Nukilan Bordir Sumatera Barat tahun 1997, kerajinan bordir mulai berkembang di Sumbar tahun 1960. “Masa kejayaannya dicapai pada 1970 hingga awal 1990. Dan kerajinan yang terkenal itu adalah kerancang,” tulis buku itu.
BacaJuga
Inilah Bujang jo Gadih Bukittinggi 2024
Kabar Duka, Mantan Ketua PWI Bukittinggi Anasrul Tutup Usia
Bordir kerancang sangat unik karena merupakan kreasi bordir halus yang menggunakan metode lubang-lubang pada kain yang dibordir. “Untuk membordir, pada dasarnya semua kain bisa digunakan untuk kerancang, asalkan tidak kain yang berbahan sutra asli,” jelas buku tersebut.
Penggunaan bukan sutra asli untuk bordir kerancang karena proses meregangkan kain dalam kerancang. Hal ini dikhawatirkan merusak kain dan hasilnya tidak maksimal.
Sejarah [ sunting | sunting sumber ]
Pada awalnya, selendang bersulam Koto Gadang hanya dipakai oleh orang Koto Gadang dan tabu apabila dipakai oleh orang di luar Koto Gadang. Bahkan, keterampilan menyulam tidak diajarkan kepada orang yang bukan asli Koto Gadang. Sulaman Koto Gadang mulai terkenal sejak berdirinya Kerajinan Amai Setia pada 1911. Didirikan oleh Roehana Koeddoes, sekolah tersebut mengajarkan berrnacam-macam keterampilan rumah tangga untuk perempuan, termasuk menyulam, baik untuk perempuan Koto Gadang maupun dari luar Koto Gadang. Lama kelamaan, selendang bersulam Koto Gadang dikenal oleh orang dan bahkan banyak pesanan akan selendang tersebut. Salah seorang rekan Roehana yang seorang saudagar, Hadisah memasarkan hasil sulaman Koto Gadang ke istri pejabat-pejabat Belanda untuk dipakai atau dikirimkan ke kolega mereka di luar Minangkabau, yakni Eropa. [13] [2] Sementara itu, rekan Roehana yang lain, Rukbeny memperkenalkan selendang bersulam Koto Gadang ke luar daerah Sumatera Barat. [14]
Sejak Kerajinan Amai Setia berdiri, kegiatan menyulam menjadi pekeijaan yang digemari perempuan Koto Gadang. Selain dapat menghasilkan uang, pekerjaan menyulam bagi perempuan dianggap sebagai pekerjaan yang mulia. [13] Perempuan dapat bekerja di dalam rumah sambil mengurus keluarga. Saat ini, sulaman Koto Gadang menjadi produk yang diincar perempuan Paris dan Belanda. Meski tak seperti abad ke-19, perempuan Koto Gadang masih menghasilkan kain bersulam aneka motif dan cara pengerjaan. [2]
Penyebutan sulaman kadang disamakan dengan bordir karena memiliki persamaan. Perbedaannya terletak pada hasil dan cara pengerjaannya. Menurut Ernatip, peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Padang, penyebutan bordir di Minangkabau identik dengan sebuah kain yang memiliki hiasan yang dibuat oleh teknologi mesin, sedangkan apabila hiasan dikerjakan dengan keterampilan tangan rnaka lebih dikenal dengan sebutan sulaman. [13] Baik sulaman maupun bordir masih tetap eksis dalam masyarakat Minangkabau sebagai salah satu warisan masa lampau. [7]
Tags: kerajinan dari