... 9 Kerajinan Menarik dari Sumatera Selatan untuk Dicoba Sendiri di Rumah

Kerajinan Khas Sumatera Selatan - Keindahan Budaya yang Terjaga

Tanaman Purun: Emas Hijau dari Rawa, Berikut Ciri, Habitat, dan Manfaatnya

Sebagai negara yang memiliki wilayah lahan gambut terluas di Asia Tenggara, Indonesia diberkahi oleh potensi kekayaan hutan hujan tropis yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang lebih banyak dibandingkan negara-negara lainnya.

Kondisi tanah gambut yang mempunyai tingkat keasaman dan unsur hara yang tinggi, menjadikan rawa-rawa yang ada sebagai rumah yang memungkinkan budidaya dari berbagai macam tumbuhan, termasuk purun.

Tanaman purun adalah komoditas yang sering dimanfaatkan oleh penduduk lokal dalam menunjang perekonomian, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar wilayah gambut di Indonesia seperti Sumatera Selatan, Jambi, atau Kalimantan Selatan dengan kondisi geografis cukup banyak rawa-rawa yang digenangi air sepanjang tahunnya.

Apa itu Tanaman Purun?

Memiliki nama latin Lepironia articulata, dan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo Cyperales, dan famili teki-tekian (Cyperaceae), tanaman purun adalah sejenis semak yang biasanya tumbuh liar di daerah lahan basah atau rawa gambut yang kerap tergenang air.

Berdasarkan penelitian Suprapto dan Yudha (2019), ciri-ciri dari tanaman purun adalah memiliki batang berongga tegak, dan tidak bercabang. Batangnya tidak berdaun karena daunnya tereduksi menjadi pelepah yang berbentuk buluh bagai membran yang menyelubungi pangkal batang.

Umumnya purun mempunyai panjang sekitar 50-200 cm, dan ketebalan 2-8 mm dengan warna keabu-abuan hingga hijau mengkilap. Selain itu, terdapat bunga bulir berbentuk silinder yang majemuk dan bersifat hermafrodit yang terletak di ujung batangnya, dengan panjang 2-6 cm dan lebar 3-6 mm.

Purun dapat tumbuh dengan baik bahkan sepanjang tahun di habitat lahan yang selalu berair seperti tawar tepian danau, saluran tersier, dan terutama di tanah gambut.

Hal ini karena tanaman purun mampu beradaptasi dengan baik pada lahan bersulfur masam dengan pH rendah seperti pada tanah lempung atau humus dengan Ph 6,9-7,3, lalu juga di dataran rendah dengan ketinggian 0-1.350 m di atas permukaan laut, dan juga pada suhu 30-35°C dengan kelembaban tanah 98-100%.

Sejarah [ sunting | sunting sumber ]

Menurut cerita lisan yang berkembang di masyarakat Palembang, awal mula kain songket berasal dari pedagang Cina yang membawa sutra, pedagang India dan timur tengah membawa emas sehingga terciptalah kain songket yang berlapis emas di tangan penduduk asli Melayu di Palembang. Keberadaan tradisi kain songket di Indonesia juga kerap dikaitkan dengan masa kemakmuran dan kejayaan Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang pada abad ke-7- ke 13.

Songket Palembang dikenal dengan berbagai jenis dan fungsi yang ditampilkan dalam ragam motif dan ragam penggunaan benang. Motif yang tergambar dalam kain songket memiliki makna kehidupan dari masyarakat Palembang. Adapun ragam dan jenis Songket Palembang antara lain: [4]

  1. Songket Lepus. Songket ini dikenal sebagai songket pertama yang ada di Palembang. Makna harfiah dari lepus ialah menutupi sehingga Songket Lepus berarti kain songket yang tertutupi oleh anyaman benang emas. Hampir seluruh kain Songket Lepus tertutupi oleh benang emas. Songket Lepus dibagi menjadi tiga, dasar pembedaan ini bergantung pada motif dan benang yang digunakan: Lepus Berekam, Lepus Berantai, dan Lepus Penuh.
  2. Songket Tabur. Sesuai dengan namannya, songket ini dikenal dengan motif tabur yang memiliki ciri bertaburan, menyebar, dan motif dengan bentuk kecil-kecil seperti bunga dan bintang. Dikena tiga jenis yang tergolong dalam songket tabur yaitu: Songket Tawur Lintang, Songket Tawur Nampan Perak, dan Songket Tawur Tampak Magis.
  3. Songket Bunga. Terdapat dua jenis songket bunga yaitu Songket Bunga Emas dan Songket Bunga Pacik. Kedua jenis songket ini dibedakan atas penggunaan jenis benang. Songket Bunga Emas banyak digunakan oleh penduduk berketurunan Tionghoa sedangkan Songket Bunga Pacik dibuat menggunakan benang kapas putih yang banyak digunakan oleh penduduk berketurunan Arab.
  4. Songket Limar. Songket ini dikenal dengan jenis songket warna-warni, merujuk pada kata limar yang memiliki makna etimologis warna-warni. Untuk menghasilkan benang yang berwarna-warni, harus dilakukan pencelupan. Motif songket ini juga biasanya digabungkan dengan benang emas.
  5. Songket Tretes. Songket ini hanya memiliki motif di bagian ujung-ujung kain sedangkan pada bagian tengah dibiarkan kosong tanpa motif. Ada juga kreasi Songket Tretes yang mengisi area kosong ditengah kai dengan sejenis motif tabur.
  6. Songket Rumpak. Songket ini merupakan bagian dari pakaian pengantin laki-laki Palembang. Motif Songket Rumpak ini hampir sama dengan Songket Tretes, akan tetapi kain yang digunakan sudah memilik dasar motif berbentuk kotak-kotak seperti kain sarung.

7 Kerajinan Khas Banyuasin, Ada Gerabah Hingga Tanah Liat

Panen padi hitam di Desa Air Gading Banyuasin (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Setiap kabupaten dan kota di Indonesia memiliki ciri khas sebagai ikon daerah masing-masing. Selain memiliki adat dan budaya istimewa, kerajinan tangan juga menjadi bukti nyata eksistensi sebuah wilayah.

Seperti di Banyuasin, Sumatra Selatan (Sumsel), kabupaten dengan pusat daerah di Pangkalan Balai, memiliki kerajinan khas yang dihasilkan dari masyarakat sekitar. Bahkan karya itu ada yang berbahan dasar tanah liat. berikut IDN Times bagikan informasinya, simak yuk!

Kerajinan Perak dan Songket Koto Gadang

Koto Gadang adalah sebuah desa yang berada di Kabupaten Agam , Sumatera Barat. Desa ini terkenal dengan hasil kerajinan peraknya. Orang-orang di Koto Gadang sudah menjadi pengrajin perak sejak masa penjajahan Belanda di Indonesia.

Hasil kerajinan mereka tidak hanya menarik masyarakat daerah tetapi juga memikat warga Belanda yang tinggal di sana. Kerajinan yang dihasilkan berupa kalung, gelang, cincin, atribut pakaian, hingga miniature rumah adat Minang. Para wanita Belanda juga banyak yang memaikan kerajinan ini.

Keunikan kerajinan perak Koto Gadang adalah warnanya yang tidak mengkilat seperti warna putih susu dan juga teksturnya yang halus sehingga serasi jika digunakan bersama dengan kain songket.

Kerajinan perak Koto Gadang terus mengalami peningkatan hingga pada tahun 1911 kerajinan ini banyak dilirik oleh bangsa Eropa. Saat ini jangkauan pasar Koto gadang sudah mencapai Malaysia, Singapura, dan negara-negara tetangga lainnya.

Selain hasil kerajinan peraknya. Koto Gadang juga terkenal dengan kain songketnya. Kain songket Koto Gadang merupakan yang terhalus di dunia. Bahkan baru-baru ini seorang warga Koto Gadang berhasil menggelar pameran kain songket Koto Gadang dan dari daerah Sumatera Barat lainnya di Moscow, Rusia.


Tags: kerajinan dari

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia