...
Sumber: aristag
Selain fungsinya sebagai tempat tinggal dan ikon budaya, rumah khas Bali mengandung banyak nilai filosofi yang terkandung, misalnya dalam pembangunan rumah.
Rumah khas Bali dibuat dengan serangkaian proses yang panjang, dimulai dengan proses pengukuran tanah, ritual persembahan kurban dan memohon izin pada luluhur atau nenek moyang untuk mendirikan rumah, ritual peletakan batu pertama, pengerjaan, dan ditutup dengan upacara syukuran ketika selesainya pembangunan rumah.
Proses di atas memiliki nama nyikut karang (pengukuran tanah), caru pengerukan karang (kurban dan izin leluhur), dan nasarin (peletakan batu).
Rumah adat Bali yang kedua bernama aling aling. Dari gambar rumah adat Bali di atas bisa dilihat jika ketika masuk ke halaman rumah adat Bali, maka bisa ditemui sebuah bangunan kecil yang disebut dengan aling aling. Ini adalah bangunan kecil seperti bentuk pos ronda yang umumnya ada di pekarangan bagian depan.
Aling aling ini adalah area pemilik rumah ketika ingin melakukan aktivitas seperti mengukir patung, persiapan alat upacara tradisional atau untuk beristirahat dan menerima tamu. Aling aling ini akan dikelilingi dengan tembok pembatas bernama penyeker yang menjadi simbol pembatas antara aura negatif dan juga positif.
Aling aling merupakan pembatas antara angkul angkul dengan pekarangan dan juga tempat suci yang berfungsi untuk menetralisir gangguan negatif secara skala atau niskala. Dulu, sebuah aling aling biasanya memakai kelangsah atau daun kelapa kering dan juga bisa menggunakan kelabang mantri sebagai sarana perlindungan dari berbagai kekuatan negatif. Sulaman atau ulat ulatan dari daun kelapa akan diletakkan pada aling aling namun juga ada yang ditempatkan sebagai penghias aling aling sebuah patung.
Nantinya patung Nawa Sura dan juga Nawasari akan diletakkan pada pintu masuk. Untuk Nawa Sura digambarkan sebagai sosok raksasa dengan senjata kapak atau pedang. Sedangkan Nawasari menggunakan senjata bunga yang akan mengapit pintu masuk sebelum menuju ke area merajan atau sanggah.
Pemakaian aling aling sebagai pembatas juga hanya digunakan dalam kondisi tertentu, seperti:
Pamerajan atau pura keluarga menampilkan keunikan rumah adat Bali. Mayoritas penduduk Pulau Bali memang memeluk agama Hindu sehingga mempunyai pamerajan atau biasa disebut dengan pura tempat beribadah di dalam rumah.
Pamerajan ini umumnya akan dibangun pada bagian sudut rumah dan di sebelah timur laut yang menjadi bangunan suci sekaligus sakral karena penghuni rumah seringkali melakukan upacara sembahyang serta doa harian pada bangunan tersebut.
Pada bangunan ini memiliki beberapa bangunan dengan fungsi yang berbeda beda tergantung dari pemiliknya. Akan tetapi, bangunan wajib yang harus ada pada pamerajan ini adalah Kemulan, Penglurah, Padmasaro, Taksu, Peliangan dan juga Piyasan.
Selain bangunan suciutama, ada beberapa bangunan suci lain seperti pelinggih penugun karang yang letaknya berdekatan dengan pamerajan. Biasanya pelinggih penugun ini ada di bagian paling barat atau pokol barat daya yang berguna untuk pemujaan pada dewasa yang sudah menghuni di tempat tinggal atau tanah yang sudah ditempati tersebut.