Kerajinan Suku Baduy - Kekayaan Budaya yang Memukau
Suku Baduy
Suku Baduy adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Banten dengan populasi yang cukup tinggi di Indonesia. Suku ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu Suku Baduy Dalam dan Suku Baduy Luar yang keduanya memiliki keunikan tersendiri. Kehidupan suku ini bisa dibilang sederhana dan menyatu dengan alam, mereka menjaga keseimbangan alam dan manusia di daerah mereka.
Kehidupan yang sederhana dan jauh dari kata serakah, membuat suku ini mampu bertahan hanya dengan memanfaatkan sumber alam. Namun kesederhanaan ini juga memiliki efek samping seperti adanya isolasi diri dan tidak mampu membaur bagi Suku Baduy Dalam. Kehidupan suku Baduy dalam dan luar sama dengan suku lain yaitu hidup secara komunal atau berkelompok. Dalam satu kelompok mereka memiliki ketua yang biasa ditentukan atau dianggap suci.

Sejarah Suku Baduy :
Untuk mengetahui suku asli Banten ini lebih dalam, ada baiknya untuk melakukan pengecekan terhadap sejarah mereka. Sejarah mengatakan, suku ini memang sudah lama mendiami daerah Banten dan masih ada beberapa para peneliti yang hidup bersama mereka. Hal ini dilakukan agar penulisan sejarah bisa lebih mendalam dan sesuai. Nama Baduy diambil dari kata Baduwi, diberikan oleh peneliti Belanda yang menganggap suku ini mirip dengan masyarakat nomaden di Arab.
Ada beberapa versi tentang asal-usul suku ini di kalangan para peneliti, yang sampai saat ini masih diperdebatkan keabsahannya. Ada sejarah yang mengatakan Banten merupakan daerah penting bagi Kerajaan Sunda yang berpusat di sekitar Bogor pada abad ke-16. Namun upaya Kesultanan Banten untuk merebut tanah Banten dari Kerajaan Sunda mengalami berbagai rintangan. Salah satunya pada saat perintah Raja Kesultanan Banten yang memerintahkan bala tentara menyelamatkan sungai penting di daerah Banten.
Sungai yang dulunya dikuasai oleh Kerajaan Sunda ini harus diambil alih dan menuntut tentara berlindung di dalam Gunung Kendeng. Selanjutnya banyak sejarah yang meyakini jika Suku Badui merupakan bala tentara yang dulu diperintahkan oleh Raja Kesultanan Banten.
Sejarah lain ada juga yang mengatakan bahwa suku ini merupakan orang-orang pelarian atau yang diasingkan dari Kerajaan Sunda. Mereka lebih senang dipanggil dengan orang kanekes atau kanekes dibandingkan dengan nama Baduy.

Rayakan Perbedaan
KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG -
LEBAK, KOMPAS.com - Masyarakat yang berkunjung ke kawasan Desa Adat Baduy pasti akan melihat rumah warga Suku Baduy yang seragam.
Rumah berupa panggung ini didominasi dengan kayu, bambu dan atap ijuk atau rumbia.
Hal ini bisa dijumpai sejak memasuki perkampungan Ciboleger, gerbang utama untuk menuju kawasan Desa Adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten.
Rumah adat Suku Baduy disebut dengan Sulah Nyanda.
Sebutan untuk rumah ini merujuk kepada bagian atap rumah yang tidak terlalu tegak.
Bangunan rumah adat Baduy tampil dengan sederhana, namun kaya akan filosofi.
Selain itu, pembangunan rumah ini juga dilakukan tidak secara asal dan penuh perhitungan.
Sebab, warga Baduy memiliki 1001 tabu yang diyakini hingga kini, termasuk untuk membangun sebuah rumah.
"Mereka sangat patuh pada aturan adat, dalam hal pembangunan rumah sangat memperhatikan aturan-aturan seperti kapan akan dibangun, apa materialnya boleh dan tidak boleh digunakan, ke mana bagian depan rumah menghadap itu ada tabunya," kata pengamat budaya Baduy, Uday Suhada kepada Kompas.com.
Mengutip buku Potret Kehidupan Masyararakat Baduy karya Djoewisno, rumah adat Baduy dibangun hanya dengan material yang terdapat dari hutan.
Material untuk membangun rumah ini di antaranya kayu, bambu, ijuk, rotan dan daun rumbia.
Warga Baduy sendiri dilarang menggunakan paku dari besi untuk memperkokoh rumah.
Sebagai gantinya, mereka menggunakan tali dari kulit atau akar pohon atau pasak dari kayu.
Rumah ini juga tidak boleh dicat dan diberi macam variasi, agar terjaga kealamiannya.
Kendati dengan menggunakan material yang sederhana, namun rumah Adat Baduy mampu bertahan hingga ratusan tahun.
Hal ini memungkinkan karena bahan yang digunakan memiliki kualitas baik dan diambil saat waktu yang tepat.

Tradisi dan Adat Suku Baduy: Keunikan Budaya yang Masih Berlangsung
Suku Baduy adalah suku asli yang hidup di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Suku Baduy juga dikenal dengan nama Sunda Badui dan terdiri dari tiga kelompok yaitu Tangtu (yang paling ketat mengikuti adat yaitu warga yang tinggal di Cibeo, Cikertawarna dan Cikeusik), Panamping (yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dsb) dan Dangka (apabila Kenekes dalam dan Kenekes Luar tinggal di wilayah Kenekes maka “Kenekes Dangka” tinggal diluar wilayah Kenekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa yaitu Padawara (Cibengkung).
Suku Baduy masih mempertahankan tradisi dan adat istiadat mereka yang turun-temurun, termasuk dalam hal kepercayaan dan sistem kepercayaan mereka. Mereka memuja kekuatan alam dan juga nenek moyang, dan bentuk penghormatan kepada roh kekuatan alam ini diwujudkan melalui sikap menjaga dan melestarikan yaitu merawat alam sekitar (gunung, bukit, lembah, hutan, kebun, mata air, sungai, dan segala ekosistem di dalamnya), serta memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada alam.
Suku Baduy juga memiliki bentuk rumah yang khas dimana rumah berupa panggung ini didominasi dengan kayu, bambu dan atap ijuk atau rumbia. Hal ini bisa dijumpai sejak memasuki perkampungan Ciboleger, gerbang utama untuk menuju kawasan Desa Adat Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Rumah adat Suku Baduy disebut dengan Sulah Nyanda. Meskipun suku Baduy hidup di tengah arus modernisasi, mereka tetap berusaha mempertahankan keunikan budaya mereka dan lingkungan sekitar.

Tags: kerajinan