... Kota Yogyakarta: Pusat Pengrajin Logam Terbaik untuk Kerajinan DIY Anda

Kota Yogyakarta - Surga Pengrajin Logam bagi Penggemar Kerajinan Tangan dan DIY

Pemerintahan

Merunut wali kota Yogyakarta dari masa ke masa, Moh Enoh tercatat sebagai wali kota pertama Yogyakarta. Enoh menjabat wali kota Yogyakarta dari Mei hingga Juli 1947. Ketika menjabat, Kota Yogyakarta waktu itu masih menjadi bagian dari DIY dan statusnya belum dilepas.

Selanjutnya, wali kota kedua Yogyakarta dijabat oleh Soedarisman Poerwokoesoemo yang kedudukannya juga sebagai Badan Pemerintah Harian serta merangkap menjadi Pimpinan Legislatif yang pada waktu itu bernama DPR-GR dengan anggota 25 orang. Adapun DPRD Kota Yogyakarta baru dibentuk pada tanggal 5 Mei 1958 dengan anggota 20 orang sebagai hasil Pemilu 1955. Soedarisman menjabat wali kota Yogyakarta dari Juli 1947 sampai Januari 1966.

Selanjutnya wali kota Yogyakarta berturut-turut dijabat oleh Soedjono AY (1966--1975), H Ahmad (1975--1981), Soegiarto (1981--1986), Djatmiko D (1986--1991), dan R Widagdo (1991--1996, 1996--2001).

Kemudian diteruskan oleh Wali Kota Herry Zudianto selama dua periode (2001--2006, 2006--2011), Haryadi Suyuti (2011--2016), Pelaksana Tugas Sulistyo (28 Oktober 2016 -- 22 Mei 2017), dan Haryadi Suyudi (2017--2022).

Secara administratif, Kota Yogyakarta terbagi ke dalam 14 kecamatan, meliputi 45 kelurahan, mencakup 617 RW (Rukun Warga), dan 2.535 RT (Rukun Tetangga).

Untuk mendukung roda pemerintahan, Pemerintah Kota Yogyakarta didukung oleh 4.876 orang pegawai negeri sipil (PNS). Berdasarkan golongan kepangkatan, PNS daerah yang masuk golongan I sebanyak 116 orang, golongan II mencapai 1.080 orang, golongan III sebanyak 3.743 orang dan sisanya golongan IV sebanyak 1.528 orang.

Keris

Keris merupakan senjata tradisional khas Jawa termasuk Yogyakarta yang sudah ada sejak dahulu kala. Bagi masyarakat Jogja keris bukan hanya sekedar senjata tetapi juga benda berharga yang mengandung nilai filosofi leluhur. Keris terbuat dari besi yang dibentuk meliuk-liuk hingga menampilkan kesah gagah dan eksotis. Setiap keris memiliki bentuk liukan atau disebut luk dengan jumlah ganjil mulai dari tiga hingga seterusnya.

Jumlah luk yang ganjil bukan tanpa maksud dalam artian ada maknanya sendiri. Makna tersebut adalah manusia tidak akan pernah bisa genap atau sempurna. Keris memiliki wadah pembungkus yang disebut dengan warangka. Cara mengeluarkan keris dari warangka pun memiliki arti. Apabila pemilik keris tersebut dikeluarkan dengan cara menarik warangkanya maka berarti pemilik tersebut menghormat pandai besi atau pembuat keris tersebut. Namun jika pemilik keris mengeluarkannya dengan cara menarik gagang keris itu menandakan ia akan menikam atau menusuk seseorang.

Selain sebagai senjata tradisional, keris juga merupakan simbol dari status sosial seperti keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek yang hanya boleh digunakan dan dimiliki oleh sultan keraton Yogyakarta. Keris juga kerap dijadikan sebagai aksesoris pelengkap dalam berpakaian terutama pakaian adat.

Gamelan

Gamelan merupakan serangkaian alat musik tradisional yang dikenal berasal dari pulau Jawa. Bagi masyarakat Jawa dan Jogja gamelan bukan hanya sekedar alat musik biasa melainkan juga benda pusaka. Gamelan bahkan disimpan dan dirawat di dalam keraton Yogya. Memang seperangkat alat musik gamelan tidaklah murah bahkan mencapai ratusan juta.

Hal tersebut dikarenakan dalam membuat alat musik gamelan membutuhkan banyak bahan dan alat serta harus melalui beberapa tahapan. Bahan yang digunakan untuk membuat gamelan yaitu berupa kuningan, kayu dan kulit binatang menyesuaikan alat musik yang akan dibuatnya.

Dalam satu set gamelan terdiri dari banyak alat musik seperti kendang saron, bonang, kenong, gong, gambang, slenthem gender dan lain-lain. Alat-alat tersebut dibuat dalam lima tahap yaitu mbesot, nyinngi, mbentuk, mbabar dan yang terakhir menyesuaikan tangga nada. Di Jogja sendiri pembuatan gamelan dapat dilihat di Sleman dan di Bantul.

Sejarah pembentukan

Asal usul nama Yogyakarta hingga kini masih diselimuti misteri karena belum ditemukan bukti sejarah yang secara eksplisit menjelaskan asal-usul dan arti nama Yogyakarta dalam bentuk peninggalan tertulis yang sezaman dengan pendirian Kota Yogyakarta pada pertengahan abad ke-18. Hal itu dikemukakan oleh sejarawan Darmosugito, dalam buku Sedjarah Kota Jogjakarta yang diterbitkan tahun 1956.

Namun demikian, terdapat beberapa hipotesis dari para ahli sastra Jawa tentang asal-usul nama Yogyakarta. Sejarawan Peter Carey dari Inggris dalam bukunya Asal-Usul Nama Yogyakarta dan Malioboro (2015) menjelaskan bahwa nama Ngayogyakarta kemungkinan berasal dari kata “Ayodhyâ” dalam bahasa Sansekerta. Ayodhyâ menurutnya merupakan ibu kota Kerajaan Kosala yang diperintah oleh Rama dalam epos Ramayana.

Gagasan Carey tersebut diperkuat dalam buku Thomas Stamford Raffles, History of Java, yang terbit tahun 1871. Dalam bukunya, Raffles menegaskan bahwa kota ini diberi nama oleh pendirinya menurut nama Ayudhya, ibu kota Rama yang terkenal, yang kemungkinan hanya didengar Raffles dari tradisi tutur orang Jawa yang ditemuinya.

Jacobus Noorduyn, ahli linguistik asal Belanda, mengatakan hal berbeda. Menurut Noorduyn, berdasarkan dokumen-dokumen yang dikumpulkan, nama Ayogya/Yogya sudah ada sebelum kota ini dibangun tahun 1755--1756 oleh Mangkubumi. Penulisan nama Jogja, Djokjo, Djokja, Jogjo, Djokdjo sudah termuat dalam tulisan-tulisan yang dibuat oleh Belanda sejak tahun 1743.

Bahkan menurutnya, jauh sebelum peristiwa "Palihan Nagari" atau Perjanjian Giyanti yang memisahkan Surakarta dan Yogyakarta tahun 1755. Ejaan yang belum dibakukan dalam catatan-catatan Belanda itulah yang memunculkan variasi penulisan Yogya atau Jogja, karena huruf “J” dalam bahasa Belanda dibaca “Y”.


Tags: jenis logam yogya

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia