Mengurai Kekusutan dalam Seni Jahit dan Kerajinan Sendiri - Panduan dan Tips Berguna
Faktor Penyebab Disorganisasi Sosial
Ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan disorganisasi sosial. Pertama, ketidaksetaraan ekonomi. Ketika jurang antara si kaya dan si miskin terlalu lebar, ketidakstabilan sosial bisa muncul. Kedua, migrasi dan urbanisasi. Perpindahan penduduk yang besar-besaran ke kota-kota bisa menciptakan ketegangan dan konflik sosial.
Ketiga, kelemahan institusi sosial. Ketika lembaga-lembaga seperti sekolah, keluarga, dan pemerintah tidak berfungsi dengan baik, norma-norma sosial jadi lemah. Keempat, perubahan sosial yang cepat. Perubahan yang terlalu cepat bisa membuat masyarakat kesulitan menyesuaikan diri, sehingga menyebabkan disorganisasi.
Terakhir, pengaruh media dan teknologi. Media dan teknologi yang berkembang pesat bisa memberi dampak pada nilai-nilai dan norma sosial, terkadang secara negatif. Dalam era informasi ini, dampaknya bisa sangat luas dan mendalam.

Kemana AMDAL RSUD Baru Labuan?
Di tengah gemerlapnya kehidupan perkotaan, seringkali tersembunyi sisi gelap yang mengintai di balik hiruk-pikuknya. Salah satu fenomena sosial yang kerap menjadi momok adalah kekerasan yang dilakukan oleh geng motor. Tragedi yang menimpa Vina dan Eki, dua remaja yang tewas mengenaskan usai dikeroyok geng motor, menjadi cerminan betapa seriusnya masalah ini. Melalui narasi ini, kita akan mencoba memahami latar belakang, dampak, dan solusi yang mungkin untuk mengatasi fenomena sosial yang mengerikan ini.
Deru mesin yang biasanya menjadi simbol kebebasan dan petualangan, kini bertransformasi menjadi raungan monster buas yang haus darah. Pekikan tawa yang seharusnya menjadi melodi persahabatan, berganti menjadi teriakan penuh amarah yang menusuk kalbu. Jalanan, ruang publik yang seharusnya menjadi milik bersama, berubah menjadi arena pembantaian, di mana hukum rimba menjadi raja.
Fenomena geng motor bukanlah barang baru di negeri ini. Bak penyakit kronis, ia datang dan pergi, meninggalkan luka menganga di tubuh sosial kita. Kemiskinan, minimnya akses pendidikan, dan hilangnya figur panutan kerap dijadikan kambing hitam. Namun, benarkah hanya itu akar masalahnya?
Pada akhirnya, kasus pembunuhan Vina mungkin tidak sepenuhnya terpecahkan, tetapi itu tidak berarti bahwa kita harus berhenti mencari kebenaran. Setiap langkah kecil menuju keadilan adalah langkah yang berharga. Dan meskipun benang kusut kompleksitas sosial mungkin sulit diurai, itu adalah tugas kita sebagai masyarakat untuk terus mencoba.
Tragedi Vina dan Eki adalah tamparan keras bagi kita semua. Ia adalah cermin retak yang memantulkan wajah buram realitas sosial kita. Kita, yang hidup di era digital, di mana informasi mudah diakses, seakan kehilangan nurani, abai terhadap sesama.

Membongkar Kesalahpahaman tentang Kasta di Bali
Sekitar tahun 2003 silam, saya dan beberapa teman diundang ikut diskusi terbatas untuk membahas draf buku ini bersama penulisnya, Made Kembar Kerepun. Diskusi dengan teman-teman muda di Bali ini semacam pra-peluncuran buku.
Saat itu, untuk pertama kali saya tahu tentang kesalahpahaman tentang kasta ini meski hanya sedikit.
Karena itu, saya senang ketika akhirnya saya mendapatkan buku ini. Saya bisa membaca buku yang membedah tentang kasta di Bali ini.
Majapahitisasi
Dari judulnya saja, buku ini sudah amat jelas. Ada dua pesan utama yang saya tangkap dari judul tersebut. Pertama, penulisnya menganggap isu kasta di blai serupa benang kusut. Sesuatu yang ruwet dan kompleks. Pesan kedua, penulis buku ini berusaha membongkar bagaimana sistem kasta itu coba dilestarikan di Bali.
Begitulah penulis buku ini, Made Kembar Kerepun, membahas isu kasta dalam buku terbitan Penerbit Panakom, Denpasar April 2007 ini. Made Kembar Kerepun, yang sudah almarhum, membedah isu kasta dalam 10 bab dan 308 halaman buku ini.
Bab tersebut antara lain (1) Benang Kusut Nama dan Gelar Bangsawan di Bali, (2) Belanda Kembali Hidupkan Kasta, (3) Ketidakadilan Bangkitkan Perlawanan, (4) Kiat-kiat Pengajegan Kasta, dan (5) Ranjau-ranjau Bagi Triwangsa.
Saya sih tak hanya menangkap pesan “kegeraman” penulis terhadap masalah kasta tapi juga upayanya untuk membedah dan menjelaskan bahwa sistem kasta itu sebuah kesalahpahaman yang harus dibongkar.
Kesalahpahaman terbesar, menurut Kerepun, adalah anggapan bahwa kasta itu tradisi Bali sehingga harus dilestarikan. Menggunakan berbagai arsip sejarah, termasuk lontar zaman kerajaan Bali kuno sebelum Majapahit dan buku-buku pada zaman kolonial Belanda, Kerepun menunjukkan bahwa Bali dulunya tak mengenal kasta.

Social Disorganization: Mengurai Benang Kusut di Masyarakat
Social Disorganization: Mengurai Benang Kusut di Masyarakat - Hey, pernahkah kamu mendengar tentang 'disorganisasi sosial'? Istilah ini mungkin terdengar asing, tapi sebenarnya, kita sering melihat gejalanya di sekitar kita. Artikel ini akan mengajak kamu menyelami dunia disorganisasi sosial, sebuah fenomena yang mungkin lebih dekat dengan kehidupan kita sehari-hari daripada yang kita sadari.
Disorganisasi sosial bukan cuma jargon akademis, lho. Ini tentang kehidupan nyata, tentang bagaimana lingkungan dan masyarakat kita berinteraksi dan kadang kala, sayangnya, berantakan. Yuk, kita selami lebih dalam!
Misteri Pembunuhan Vina: Mengurai Benang Kusut Kompleksitas Sosial dalam Penegakan Hukum
BANTEN, biem.co – Kasus Vina kembali menjadi sorotan. Kasus tragis kematian dua remaja asal Cirebon ini masih menyisakan tanda tanya.
Kasus pembunuhan Vina mencerminkan kompleksitas dan dinamika sosial yang ada dalam penanganan kasus kriminal di masyarakat.
Semakin banyak informasi yang muncul, semakin besar perhatian dan tekanan publik terhadap pihak berwenang untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya. Lalu bagaimana kelanjutan kasus ini?
Tags: benang