Seni Merajut Sejarah - Siapa yang Mengukir Jejak di Balik Jahitan Bendera Pusaka?
Penjahit Bendera Pusaka Merah Putih
Mengutip laman Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan , Ibu Fatmawati adalah orang yang menjahit bendera Merah Putih. Ia, yang merupakan istri ketiga dari Presiden Sukarno, menjahit bendera Merah Putih dengan mesin jahit tangan di ruang tamu rumahnya.
Sejarah Warna Bendera Merah Putih dari Mitologi Austronesia
Asal-usul warna merah dan putih yang kini dipakai untuk warna bendera di beberapa negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya disebut-sebut berasal dari mitologi Austronesia. Merah dimaknai sebagai tanah dan putih berarti langit.
Austronesia adalah rumpun bangsa dan bahasa yang tersebar dari Taiwan dan Hawaii di ujung utara sampai Selandia Baru di ujung selatan, serta dari Madagaskar di ujung barat sampai Pulau Paskah (Rapanui) di ujung timur. Kepulauan Nusantara termasuk dalam rangkaian ini.
Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan: Ibu Bumi (merah) dan Bapak Langit (putih). Karim Halim dalam buku Negara Kita (1952) menuliskan, menurut adat-istiadat Austronesia, warna merah dan putih berpengaruh besar dalam hal kesaktian dan kepercayaan.
Maka tidak mengherankan jika sebagian negara di dalam rumpun Austronesia memakai unsur warna merah dan putih untuk benderanya, sebut saja Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, hingga Taiwan, Madagaskar, dan seterusnya.
Relocation [ edit ]
In 2003, the governor of Jakarta, Sutiyoso announced his plan to relocate the original Bendera Pusaka from the Merdeka Palace to the National Monument. For security and financial reasons, the Rp 3.5 billion (US$388,889) project was delayed for a year. Of the Rp3.5 billion, only Rp 500 million was allocated for the actual relocation ceremony, while most of the remaining Rp 3 billion was spent on procuring around 15 kilograms of gold for the conservation room and on security measures such as alarms and security cameras. The spending was proposed in the 2003 revised city budget. The plan was to install the flag in a 24-carat gold plated case in the Independence Room inside the National Monument. Inside the Independence Room, there are three most important relics from Indonesia's history: the Garuda Pancasila statue, the Nusantara (Archipelago) map and the original text of the Proclamation of Independence, which all are kept in the gold plated cases. [7]
- Torchia, Christopher (2007). Indonesian Idioms and Expressions: Colloquial Indonesian at Work. Singapore: Tuttle. ISBN978-0-8048-3873-3 .
3 Tokoh Pengibar Bendera Merah Putih saat Proklamasi Kemerdekaan 1945
Selamat Hari Kemerdekaan yang ke-78 Indonesia! Apakah kamu pernah menjadi salah satu petugas upacara di tanggal 17 Agustus? Bagian apa? Pemimpin upacara? Atau lebih keren lagi pengibar bendera?
Wah, kalau kamu bertugas sebagai pengibar bendera atau bahasa kerennya paskibra (pasukan pengibar bendera), berarti sudah melaksanakan dengan baik peran sebagai generasi penerus pengibar bendera saat hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia.
Nah, alangkah baiknya kamu juga mengenal tokoh pengibar bendera merah putih pertama kali saat proklamasi kemerdekaan tahun 1945. Siapa saja mereka?
Anggota pengibar bendera, dulunya pas awal kemerdekaan itu hanya ada 3. Orang pertama bertugas sebagai pembawa bendera, orang kedua bertugas sebagai pengerek tali di tiang bendera, dan orang ketiga itu bertugas sebagai pembentang bendara.
Sekarang, ayo kita kenalan dengan ketiga orang tersebut yang berjasa mengibarkan bendera merah putih saat proklamasi kemerdekaan.
Siapa yang Menjahit Bendera Pusaka Merah Putih dan Sejarahnya
Siapa orang yang menjahit bendera Merah Putih? Merah melambangkan berani, dan putih sebagai simbol kesucian. Berikut selengkapnya.
tirto.id - Siapa yang menjahit bendera merah putih dan bagaimana sejarahnya? Bendera Merah Putih yang dikibarkan di Istana Merdeka, atau di hampir seluruh pelosok negeri pada setiap HUT RI, punya sejarah panjang. Terutama tentang siapa orang yang pertama menjahit bendera ini.
Bendera merah putih punya kedudukan khusus sebagai bendera negara Indonesia dalam UUD 1945 Pasal 35 yang berbunyi: Bendera Negara Indonesia ialah sang Merah Putih.
Selanjutnya, kedudukan bendera negara diperjelas lagi melalui Undang-Undang (UU) No.24 Tahun 2009 yang mengatur Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Sebelum menjadi bendera kebangsaan Republik Indonesia dan memiliki kedudukan khusus dalam Undang-Undang (UU), bendera merah putih punya riwayat panjang dalam sejarah Nusantara. Warna merah melambangkan "keberanian", sedangkan warna putih sebagai simbol "kesucian".
Dalam buku Mengenal Indonesia: Aku Cinta Indonesia, Tak Kenal Maka Tak Sayang (2019:30), Boli Sabon Max mengungkapkan, bendera merah putih merupakan lambang semangat perjuangan Indonesia untuk dapat terlepas dari penjajahan Belanda.
Bendera merah putih dikibarkan setiap hari di tempat-tempat khusus, seperti di depan kantor-kantor pemerintahan, sekolah, di batas-batas terluar wilayah Indonesia, dan lainnya, selain saat memperingati hari-hari nasional.
History [ edit ]
The Bendera Pusaka was sewn by Sukarno's wife Fatmawati. [1] It was based on a 13th-century Majapahit flag, which had nine stripes of red and white. [2]
It was first raised at Sukarno's house at 56 Pegangsaan Timur Street, Jakarta, after Sukarno read the Proclamation of Indonesian Independence. [3] It was hoisted on a short bamboo staff by a group led by Captain Latief Hendaningrat, after its hoisting, the gathered crowd sang "Indonesia Raya". [2] [4]
During the first year of the Indonesian National Revolution, the Bendera Pusaka flew day and night. After the Dutch took Jakarta in 1946, the Bendera Pusaka was brought to Yogyakarta in Sukarno's briefcase. During Operatie Kraai, the Bendera Pusaka was cut in half and given to Indonesian composer Husein Mutahar for safekeeping, Mutahar was told to "protect the flag with [his] life". Despite being captured by and escaping from the Dutch, Mutahar managed to bring the flag to Jakarta, sew it back together, and turn it over to Soedjono. Soedjono later returned the flag to Sukarno, who was in exile in Bangka. [4]
After the end of the war, the Bendera Pusaka was raised once a year in front of the Presidential Palace during Independence Day celebrations. [1] However, due to the flag's fragile state, beginning in 1968 it has been replaced by a replica. [ citation needed ]
In 2003, plans were released to relocate the Bendera Pusaka from the Presidential Palace to the National Monument. In 2004, the relocation was expected to cost Rp. 3.5 billion (US$388,889), with the flag being stored in a 24-karat gold-plated case within the Independence Room of the Monument. [5] However, the relocation has been consistently delayed. [6] As of 2009, its storage at the National Monument has been mandated by law. [3]
Tags: jahit yang ende