... Sulaman Koto Gadang: Panduan Lengkap dan Inspirasi Sulaman Tradisional Indonesia

Sulaman Koto Gadang - Seni Menjahit Tradisional yang Memukau dalam Dunia DIY

Hasil [ sunting | sunting sumber ]

Selendang bersulam termasuk pakaian adat yang dipakai oleh seorang perempuan Koto Gadang. Pemakaian motif, warna, dan bahan selendang yang digunakan disesuaikan dengan status dan usia wanita yang memakai. Untuk wanita muda, biasanya wama yang dipakai adalah warna terang seperti merah dan motifnya agak rapat sehingga bahan dasar kain terlihat sedikit saja. Adapun bagi wanita yang sudah bekeluarga, kain yang digunakan yakni berwarna tua seperti nila atau hijau dan motif yang agak jarang. [36] [2]

Menurut penelitian Ernatip dari Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Padang, masyarakat Koto Gadang saat ini banyak menekuni sulaman dan menjadikannya sebagai suatu pekerjaan yang menghasilkan uang. Selendang bersulaman Koto Gadang termasuk sulaman yang sangat halus dan rapi bila dibandingkan dengan sulaman daerah lain sehingga harga selendang bersulaman Koto Gadang relatif lebih mahal. [37] [12] Pada saat ini, selendang sulaman suji caia dijual seharga Rp2.000.000 sampai Rp2.500.000 per helai, sedangkan selendang sulaman kapalo samek dijual dengan harga Rp1.750.000 hingga Rp2.250.000 per helai. [12] [7] Namun, karena dikerjakan oleh tenaga manusia, pengerjaan sulaman Koto Gadang membutuhkan waktu yang lama. Untuk satu helai kain sulaman Koto Gadang membutuhkan waktu penyelesaian setidaknya dua bulan. [a]

Selendang sulaman Koto Gadang sudah terkenal sampai ke mancanegara. Pengenalan selendang sulaman Koto Gadang ke dunia luar terus dilakukan, terutama oleh pengrajin itu sendiri. Berbagai pameran baik di tingkat daerah maupun tingkat nasional ikut menampilkan selendang sulaman Koto Gadang sebagai produk kerajinan unggulan. [38] [7] [37] Dikenalnya sulaman Koto Gadang oleh masyarakat luas secara tidak langsung memberi peluang bagi pengrajin sulam untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak. [39]

Dalam gelaran Festival Sulam Bordir di Jakarta pada 2012, ditampilkan karya selendang sulam sepanjang 20 meter yang menggunakan berbagai jenis teknik sulam dari Sumatera Barat, termasuk sulam suji caia dan kepalo samek dari Koto Gadang. Selendang tersebut mendapatkan penghargaan sebagai sulam terpanjang di dunia dari Museum Rekor Indonesia (MURI). [40] [41]

Sejarah [ sunting | sunting sumber ]

Pada awalnya, selendang bersulam Koto Gadang hanya dipakai oleh orang Koto Gadang dan tabu apabila dipakai oleh orang di luar Koto Gadang. Bahkan, keterampilan menyulam tidak diajarkan kepada orang yang bukan asli Koto Gadang. Sulaman Koto Gadang mulai terkenal sejak berdirinya Kerajinan Amai Setia pada 1911. Didirikan oleh Roehana Koeddoes, sekolah tersebut mengajarkan berrnacam-macam keterampilan rumah tangga untuk perempuan, termasuk menyulam, baik untuk perempuan Koto Gadang maupun dari luar Koto Gadang. Lama kelamaan, selendang bersulam Koto Gadang dikenal oleh orang dan bahkan banyak pesanan akan selendang tersebut. Salah seorang rekan Roehana yang seorang saudagar, Hadisah memasarkan hasil sulaman Koto Gadang ke istri pejabat-pejabat Belanda untuk dipakai atau dikirimkan ke kolega mereka di luar Minangkabau, yakni Eropa. [13] [2] Sementara itu, rekan Roehana yang lain, Rukbeny memperkenalkan selendang bersulam Koto Gadang ke luar daerah Sumatera Barat. [14]

Sejak Kerajinan Amai Setia berdiri, kegiatan menyulam menjadi pekeijaan yang digemari perempuan Koto Gadang. Selain dapat menghasilkan uang, pekerjaan menyulam bagi perempuan dianggap sebagai pekerjaan yang mulia. [13] Perempuan dapat bekerja di dalam rumah sambil mengurus keluarga. Saat ini, sulaman Koto Gadang menjadi produk yang diincar perempuan Paris dan Belanda. Meski tak seperti abad ke-19, perempuan Koto Gadang masih menghasilkan kain bersulam aneka motif dan cara pengerjaan. [2]

Penyebutan sulaman kadang disamakan dengan bordir karena memiliki persamaan. Perbedaannya terletak pada hasil dan cara pengerjaannya. Menurut Ernatip, peneliti Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Padang, penyebutan bordir di Minangkabau identik dengan sebuah kain yang memiliki hiasan yang dibuat oleh teknologi mesin, sedangkan apabila hiasan dikerjakan dengan keterampilan tangan rnaka lebih dikenal dengan sebutan sulaman. [13] Baik sulaman maupun bordir masih tetap eksis dalam masyarakat Minangkabau sebagai salah satu warisan masa lampau. [7]


Tags: sulam

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia