Seni dan Kreativitas - Memahami Keindahan Gelang Kain Tenun dalam Kerajinan Tangan dan DIY
Sejarah Tenun Gringsing
Menurut legenda, Kain Tenun gringsing adalah pemberian Dewa Indra, Dewa dalam Agama Hindu yang merupakan Dewa Pelindung Manusia. Saat itu dewa Indra sedang mengagumi keindahan langit malam. Saking kagumnya, Ia mencoba menggambarkannya pada umat manusia pilihannya, yaitu masyarakat Tenganan, Bali.
Diajarkannya para wanita Tenganan untuk menguasai teknik menenun Kain tenun gringsing demi mengabadikan keindahan bintang, bulan, matahari, dan hamparan langit lainnya. Maka terciptalah ciri Kain Tenun Gringsing yang bernuansa gelap pekat seperti gelapnya malam.
Kain Tenun Gringsing digunakan dalam ritual adat dan keagamaan dalam masyarakat Bali. Kain Tenun ini dipercaya mengandung kesaktian Dewa Indra, Dewa pelindung umat manusia. Kain Tenun Gringsing dipercaya mempunyai kekuatan magis, yaitu mampu menyembuhkan penyakit dan penolak bala.
Pakaian Daerah Suku Dawan
Kental akan budaya yang diwariskan secara turun temurun, Suku Dawan mempunyai pakaian daerah atau pakaian adat yang masih sering digunakan hingga saat ini. Busana yang dimiliki oleh suku yang menempati Pulau Timor tersebut disebut baju amarasi. Berbeda dari busana daerah lainnya, baju amarasi mempunyai aksesoris yang cukup banyak ketika digunakan.
Untuk kaum pria berupa selimut dari tenun ikat, baju bodo, ikat kepala dengan tambahan hiasan tiara, kalung habas berbandung gong, serta gelang timor dan mutik salak. Sementara untuk para wanita menggunakan kain berbentuk sarung tenun, ditambahkan selendang penutup dada, hiasan kepala berbentuk tusuk konde dengan koin, gelang kepala ular, dan sisir emas.
Lebih Dekat dengan Tenun Ikat Amarasi
Nama pakaian daerah NTT, amarasi, sering dipakai sebagai salah satu belis atau mas kawin dalam upacara perkawinan. Bukan hanya itu saja, namun masyarakat juga memakainya sebagai pakaian sehari hari sampai kain penutup jenazah. Sebab kain tenun tersebut dapat menjadi pemberi identitas status sosial dari pemakainya.
Sehingga bagi masyarakat Suku Dawan, tenun ikat amarasi bukan hanya sebagai kebutuhan ekonomi, melainkan pula sosial dan budaya. Umumnya, tenun ikat ini masih menggunakan pewarnaan alami dari bahan bahan alam. Adapun salah satu bahan pewarna alami yang sering digunakan adalah daun kacang arbila, yang menghasilkan warna hijau.
Pewarnaan alami seperti itu mampu bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama, bahkan melebihi tenun ikat yang menggunakan pewarnaan sintetik. Untuk ragam hiasnya, tenun ikat amarasi memiliki tampilan yang dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat. Motif tenun tersebut bukan hanya sebatas kreasi seni, tapi juga mengandung sebuah arti serta cerita tersendiri.
Tags: tenun