... Panduan Lengkap: Kain Tenun Aceh untuk Kerajinan Tangan DIY

Keindahan Tenun Aceh - Seni Jarum dan Kreativitas DIY

Kejayaan Kain Tradisional Aceh

Kain tenun Aceh pernah mengalami puncak kejayaannya pada era 1970-an. Ada banyak sektor yang turut mendukungnya sehingga menjadi populer.

Diantaranya ialah kerajinan bordir, kerajinan kasab, batik Aceh, Songket Aceh, industri sepatu kulit, industri makanan dan kue tradisional pakaian.

Hal tersebut menjadi salah satu kawasan potensi industri berskala besar.

Bicara songket Aceh, ada baiknya tidak melaupakan satu nama yaitu Nyak Mu di kecamatan Darussalam, Aceh Besar.

Beliau yang memiliki pengaruh yang kuat dalam perkembangan usaha tenun songket Aceh. Kesehariannya bisa dikatakan selalu dekat dengan kain.

Sangking cintanya dengan kain, ia mampu menjaga kelestarian songket Aceh melewati empat periode peperangan dan juga tsunami.

Pada tahun 1973 ia mendirikan usaha tenun songket. Sejak saat itu ia tak pernah lelah menjadi guru bagi ratusan perempuan Aceh yang datang dari Aceh Timur, Lamno, Aceh Besar, serta Banda Aceh.

Semuanya ingin belajar membuat kain tradisional Aceh berupa tenun songket. Dengan demikian, kini muncul generasi penerus yang mewarisi keindahan kain ini.

Nyak Mu tidak memikirkan dirinya sendiri. Ia akan sangat merasa bangga jika ilmunya dikuasai para muridnya dan membuka usaha sendiri di rumah masing-masing.

Tak heran jika sekarang banyak desa memiliki penenun songket Aceh yang ternama berkat ilmu yang diturunkan Nyak Mu.

Motif-motif tradisional ini bahkan dibukukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh tahun 1992.

Pada periode 80-an hingg awal 90-an, kain tradisional Aceh karya Nyak Mu dipamerkan di Jakarta, Bali, hingga Sri Langka, Singapura dan Malaysia.

Bukan hanya songketnya yang dibawa, namun Nyak Mu yang turut serta mempraktikkan langsung bagaimana proses pembuatannya.

Di tengah teknologi modern soal perkainan, banyak pengunjung pameran yang terkagum-kagum dibuatnya. Tidak berlebihan kiranya jika Nyak Mu mendapat penghargaan upakarti pada tahun 1991.

Bagian Penting Dari Sejarah

Obrolan kami bertiga tak terasa sudah berlangsung berjam-jam lamanya. Seperti di banyak kesempatan berbicara dengan para legenda atau pembawa estafet tongkat kejayaan dari sang legenda, saya melibatkan diri pada banyak jejak yang harus dikumpulkan menjadi satu di sebuah keranjang ilmu. Dari keranjang inilah, catatan tersebut saya baca satu persatu kembali untuk kemudian saya susun menjadi sebuah atau rangkaian berkas yang berharga.

Kunjungan pertama saya ke Rumah Tenun Kelompok Bengong Jeumpa ini menjadi awal yang begitu mengesankan buat saya pribadi. Bertemu Kak Dahlia, Kak Dekya, dan beberapa orang penenun yang berkomitmen untuk terus menghasilkan tenun Songket Aceh yang cantik dan berkualitas mengisyaratkan betapa semangat untuk terus berkarya itu masih mendominasi kehidupan mereka.

Kak Dahlia sendiri, yang sudah berada di masa lansia, belum memiliki penerus yang serius untuk mengambil alih tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Kecuali Kak Dekya, sang ipar, yang berjalan bersisian dengan Kak Dahlia, mereka masih mencari anak keturunan langsung Nyak Mu yang suatu saat berkenan mengemban tugas menjadi pembuat dan pelestari kain Tenun Songket Aceh yang sekarang mereka geluti.

“Anak-anak sekarang sudah jarang yang mau menenun Bu. Mencari penerus inilah yang jadi tugas saya hingga saat ini.” Begitu kalimat yang terdengar serius keluar dari mulut Kak Dahlia. Saya tak menampik kenyataan ini.

Saya membayangkan betapa berat beban yang sekarang dipikul Kak Dahlia. Tanggung jawabnya untuk melanjutkan dan “menulis jejak” di buku sejarah tentang kain Tenun Songket Aceh bukanlah perkara gampang. Nyak Mu sebagai nama dan jenama yang sudah dikenal seantero Aceh sebagai pelopor dan guru besar dari sekian banyak penenun di provinsi ini, tentunya harus tetap lestari.

Saya sendiri tak pun mampu menenun. Menyaksikan proses pembuatan yang begitu rinci dengan timbangan kesabaran yang tak terkira saja sudah membuat saya jeri. Apalagi duduk berjam-jam dan bekerja di atas alat tenun kaki tangan (ATKT) seperti yang dilakukan oleh para ibu tersebut.

Songket, Kain Tradisional Aceh yang Lekat dengan Perjuangan

Kain tradisional Aceh seringkali identik dengan songket, merupakan salah satu bentuk kerajinan tangan yang dilakukan secara tradisional.

Pembuatan kain tradisional Aceh ini diwariskan secara turun temurun dengan menggunakan alat tenun kaki tangan (ATKT).

Bermodalkan peralatan yang bisa disebut sangat sederhana, benang yang sudah terpasang kemudian dibuat berbagai macam keperluan.

Sehingga lahirlah buah tangan yang sangat apik dan bisa dimanfaatkan sebagai hiasan meja, hiasan dinding dan keperluan lainnya dengan motif berwarna-warni.

Namun kalian harus tahu, ternyata songket Aceh bukan lahir belakangan dan dibuat hanya untuk mengikuti perkembangan dunia tekstil atau busana.

Di dalamnya mengandung nilai-nilai budaya yang hidup di dalam masyarakat. Hal ini tak berbeda dengan daerah lain di Indonesia, setiap kain di daerah tersebut mewakili kekhasan daerahnya.

Bicara kain tradisional Aceh, maka tidak salah jika ingatan kita melayang ke zaman penjajahan dahulu.

Songket Aceh dengan bangganya dikenakan para pejuang Aceh. Di sana dilengkapi dengan beragam ornamen sehingga menambah anggun tampilannya.

Ada yang ditenun dengan motif kaligrafi, membentuk bacaan kalimat "Lailahaillallah" yang artinya Tiada Tuhan Selain Allah.

Inilah yang dinilai menjadi letak kekuatan kain tersebut membangkitkan semangat rakyat Aceh yang memegang keyakinan sebagai muslim.

Nyak Mu. Legenda Tenun Songket Aceh

Nama Maryamun yang kemudian dikenal dengan panggilan Nyak Mu ini lekat dengan eksistensi kekayaan salah satu wastra nusantara yang melegenda. Kata Nyak yang berarti Ibu adalah satu panggilan dalam bahasa Aceh untuk menghormati seseorang yang dihormati atau mengharumkan negeri ini dalam berbagai bidang.

Ratusan karya atau motif yang tercipta tersebut kemudian mendorong beliau menularkan ilmu atau mengajarkan kemampuannya menenun kepada siapapun yang berkenan untuk berlatih. Dari aktivitas inilah Nyak Mu melahirkan banyak penenun baru yang kemudian meneruskan kepiawaiannya dalam merancang motif dan mengerjakan kain khas Aceh ini.

Nyak Mu sendiri menerima warisan 25 motif tradisional dalam selembar kain sutera yang sudah berusia ratusan tahun dari ibunya, Nyak Naim. Seorang perempuan hebat yang sudah menginspirasi Nyak Mu untuk meneruskan usaha melestarikan Tenun Songket Aceh sekaligus menjaga tradisi tenun Aceh itu sendiri.

Nyak Mu kemudian membantu mengembangkan kelompok tenun Songket Aceh di berbagai sisi dan daerah di Nanggroe Aceh Darussalam lewat banyak pelatihan yang diselenggarakannya. Semua catatan bersejarah inilah yang kemudian menjadikan Nyak Mu layak untuk mendapatkan piala/penghargaan Kalpataru dari Soeharto (mantan presiden Republik Indonesia ke-2) pada 28 Desember 1991.

Tinggal di Desa Siem, Kecamatan Darussalam, Aceh Besar, di sebuah tanah seluas sekitar 500m2, Nyak Mu mendirikan Rumah Tenun Kelompok Bungong Jeumpa. Tempat yang membuatnya terus aktif berkarya hingga akhir hayat dan mewariskan seluruh peninggalannya yang membanggakan tersebut kepada Dahlia, anak ketiga, satu-satunya ada perempuan dari lima anak yang dilahirkan Nyak Mu.

Mengenal Kain Tenun Khas Provinsi Aceh

BahanKain.com - Aceh atau dengan nama lengkapnya Nanggroe Aceh Darussalam mempunyai ajaran Islam yang sangat kental dengan kehidupan masyarakatnya. Aceh dikenal sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peranan penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Dan hal ini juga menjadi pengaruh yang besar dalam penentuan bentuk, arah dan perkembangan ragam hias atau ornamentasi utama. Bentuk ragam hias yang merupakan visualisasi, aktualisasi dan representasi tetumbuhan, benda, gerak alam, dan geometri yang dbentuk dengan teknik tertentu dengan media tertentu mulai dari batu hingga diatas kain.


Tags: tenun aceh

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia