Keindahan dan Kreativitas dalam Kain Tenun Flores - Panduan dan Inspirasi DIY
Penggunaan dan Fungsi Kain Tenun Songke
Secara adat, kain songke wajib digunakan oleh masyarakat di wilayah Manggarai dalam acara-acara penting seperti kenduri (penti), membuka ladang baru (rending), dan musyawarah (nempung). Kain tersebut juga dikenakan oleh para pertarung saat tarian caci, sebagai mas kawin (belis) dan digunakan sebagai selendang atau kain upacara penyambutan tamu (selempang tuba meka).
Tidak hanya itu, kain songke juga digunakan sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sebab memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
Kain tenun tersebut menjadi kelengkapan setiap upacara adat sudah sejak zaman dahulu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat lejang (berkumpul) dan laat (menjenguk atau berkunjung). Sebabnya, kain songke dianggap memiliki nilai kesopanan atau di'ab'aweki (pembawaan diri yang baik).
Tidak hanya itu, kain ini juga digunakan sebagai alat perantara untuk mengusir roh jahat atau setan dalam proses penyembuhan orang sakit. Hal ini karena keyakinan bahwas songke yang terbuat dari tenunan benang berbahan dasar kapas yang mempunyai harum yang khas sehingga membantu dalam proses pengusiran setan.
Dalam perspektif pengamat adat, kain songke merupakan bagian dari ritus budaya atau upacara adat yang melindungi diri atau wengko weki dari panas dan dingin. Inilah mengapa, ketika rapat hingga larut malam, mereka yang membawa anak memanfaatkan kain itu sebagai kain untuk menggendong anak ketika hendak pulang ke rumah.
Dalam hal lainnya, Kain tenun tersebut juga digunakan oleh masyarakat di wilayah Manggarai ketika sedang menjalankan ibadah ke gereja. Para laki-laki memadupadankan kain Tenun Songke dengan atasan putih dan bawahan tengge songke. Sementara itu, untuk perempuan menggunakan deng songke yang dipadukan dengan kebaya atau brokat.
Dari segi busana untuk tarian daerah, kain tenun songke digunakan dalam tarian caci, congka sae, rungkuk alu, dan sanda. Sementara dari segi pariwisata dan ekonomi, kain Tenun Songke dimanfaatkan sebagai souvenir atau oleh-oleh yang dibeli oleh para wisatawan.
Motif Kain Tenun dari Bima, NTB
Motif dan ragam hias yang dimiliki Bima tidak terlalu beragam, mengingat simbol dan gambar yang dijadikan motif tenun, berpedoman pada nilai dan norma adat yang Islami. Kita tahu, Kerajaan Dompu (Bima), merupakan kerajaan islam tersohor di bagian timur Nusantara, sehingga para penenun tidak boleh atau dilarang untuk memilih gambar manusia dan hewan sebagai motif pada tenunannya.
Umumnya, ragam hias kain tenun Bima memakai motif bunga atau geometris (jajaran genjang dan segitiga). Setiap unsur warna yang disematkan dalam sehelai kain tenun Bima, memiliki makna atau simbol tertentu. Seperti misalnya, warna biru simbol kedamaian dan keteguhan hati. Warna kuning bermakna kejayaan dan kebesaran. Warna hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran, dst.
Motif Bunga Samobo
Motif Nggusu Tolu atau Pado Tolu
Akhirnya, genap sudah saya sajikan 14 motif kain tenun dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang tersebar di beberapa tempat.
Semoga, suatu saat nanti para penenun di seluruh Indonesia difasilitasi pemerintah dan dunia perbankan agar mampu menjadi pelaku-pelaku industri dan perajin kecil-menengah, sehingga mereka mampu menghidupi keluarganya dari profesi mulia ini.
Bagaimanapun, kain tenun, sebagaimana kain batik, juga merupakan salah satu kekuatan devisa bangsa serta sumber daya potensial untuk dikembangkan ke mancanegara sebagai sebuah identitas bangsa akan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.
***
Artikel ini pertama kali diterbitkan pada tanggal 14 Februari 2015 dalam rangka #PostingBareng bersama teman-teman dari komunitas Travel Blogger Indonesia.
Melalui artikel ini, saya ingin menunjukkan kasih sayang kepada mereka, para perempuan-perempuan penenun luar biasa yang dengan cara luar biasa pula mengabadikan setiap motif-motif kain tenun yang sudah pernah mereka buat.
Namun, tak seluruh wilayah nusantara, karena kebetulan saya baru sempat mampir ke Lombok (NTB), Bima (NTB), Sumba (NTT), dan Flores (NTT) saja, dan itu pun masih belum semua. Semoga saja ada waktu, dan sponsorship kesempatan agar saya bisa melanjutkan perjalanan menyusuri daerah-daerah penghasil tenun di seluruh Indonesia.
Budaya Dan Kesenian Orang Ende
Seperti kebanyakan daerah di Indonesia, Ende memiliki budaya dan kesenian yang kaya dan unik.
Berikut adalah beberapa aspek dari budaya dan kesenian orang Ende:
1. Bahasa Ende
Bahasa yang umum digunakan di Ende adalah bahasa Ende atau bahasa Ngadha, tergantung pada wilayahnya. Selain itu,
banyak orang di sana juga bisa berbicara bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.
2. Adat Istiadat di Ende
Adat istiadat di Ende adalah kumpulan nilai-nilai, norma, dan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Ini merupakan bagian penting dari budaya masyarakat Ende dan masih dijunjung tinggi oleh penduduk setempat.
Adat istiadat mencakup beragam ritual, upacara, dan praktik kehidupan sehari-hari.
Beberapa aspek penting dalam adat istiadat orang Ende antara lain:
Upacara Adat
Dalam kehidupan masyarakat Ende, upacara adat memainkan peran penting dalam merayakan peristiwa penting dan meresmikan tahapan hidup tertentu.
Contohnya adalah upacara pernikahan, upacara kematian, upacara panen, dan upacara adat lainnya.
Adat dan Hukum Adat
Adat istiadat Ende juga mencakup hukum adat yang merupakan norma-norma yang mengatur konflik dan perselisihan di antara anggota masyarakat.
Hukum adat ini berfungsi sebagai sistem peradilan tradisional untuk menyelesaikan masalah secara adil.
Kepercayaan dan Agama
Adat istiadat juga mencakup kepercayaan dan praktik keagamaan tradisional, termasuk keyakinan animisme dan roh nenek moyang.
Seiring dengan perkembangan zaman, agama-agama seperti Katolik dan Islam juga mempengaruhi kepercayaan dan adat istiadat di Ende.
5. Rumah Adat Ende
Rumah adat orang Ende disebut “Uma Mosa” Atau Rumah Musalaki. Rumah tradisional ini adalah salah satu ciri khas budaya NTT, termasuk daerah Ende.
Uma Mosa biasanya dibangun dengan menggunakan bahan-bahan alami yang tersedia di sekitar lingkungan, seperti bambu, kayu, dan daun lontar.
Uma Mosa memiliki struktur berbentuk kerucut. Atapnya cenderung melengkung ke atas, yang membuatnya lebih kuat untuk menghadapi cuaca ekstrem.
Uma Mosa biasanya memiliki tanah lantai yang terbuat dari tanah liat atau batu.
Budaya dan kesenian orang Ende menawarkan pandangan yang menarik tentang kekayaan budaya dan tradisi NTT.
Selain itu, juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan yang tertarik untuk mengenal dan menghargai keberagaman budaya Indonesia.
4. Tarian dan Musik
Kesenian tari dan musik juga menjadi bagian integral dari budaya orang Ende.
Tarian tradisional biasanya dilakukan dalam upacara adat atau peristiwa khusus dan sering disertai dengan musik yang dimainkan menggunakan alat musik tradisional seperti gong dan kemenyan.
Salah satu Tari tradisional suku Ende adalah Tari GAWI merupakan kekayaan nenek moyang suku Lio Ende yang mengungkapkan rasa syukur atas kemenangan dalam peperangan perebutan wilayah kekuasaan.
Namun seiring dengan perjalanan perang antar suku sudah hilang, saat ini tari GAWI mengalami perkembangan dan biasanya dipertunjukkan pada saat upacara adat Joka Ju ataui Tolak Bala.
Bahkan untuk upacara pernikahan dan upacara syukuran.
Tags: tenun