Kain Tenun Kupang - Seni Tenun Tradisional yang Mengagumkan
Pakaian Tradisional Lelaki “Atoin Meto” Amfoang
Sebagai provinsi kepulauan yang didiami banyak etnis, Nusa Tenggara Timur sangat kaya akan budaya dan adat-istiadat. Salah satu kekayaan itu berupa pakaian tradisional.
Pada 15 Juni lalu, saya berkesempatan menghadiri festival pangan lokal di Desa Oh’aem I, Kecamatan Amfoang, Kabupaten Kupang. Tidak hanya menikmati kekayaan olahan pangan tradisional, saya juga mempelajari tata cara berpakaian lelaki Timor—orang Timor menyebut diri sendiri atoin meto– lebih spesifik lagi orang-orang Kecamatan Amfoang.
Selimut Adat dan Destar
Secara umum ada dua item utama dalam outfit tradisional lelaki di Nusa Tenggara Timur, yaitu kain tenun dan destar.
Lelaki di Amfoang, seperti suku-suku lain di Timor menggunakan kain terusan berenda ujung yang mereka sebut sebagai ‘selimut’ dalam dialeg melayu Kupang atau mau dalam bahasa Dawan, bahasa utama di Timor Barat.
Kain ‘selimut’ yang dikenakan lelaki atoin meto ini berbeda dengan lelaki etnis-etnis di Pulau Flores yang mengenakan kain sarung. Di Timor yang mengenakan sarung (tais) adalah kaum perempuan. Pada sarung kedua ujung kain dijjahit menyatu, sementara pada ‘selimut’ tidak.
Pasangan mertua-menantu sedang menenun.
Kain tenun Oh’aem bermotif serupa tenunan Amfoang umumnya tetapi dengan gradasi warna merah yang lebih gelap.
Sebagai tutup kepala, Orang Amfoang (corak Desa Oh’aem) mengikatkan destar batik dengan puncak kerucut terletak di sisi samping atau belakang kepala. Bagian atas kepala dibiarkan terbuka. Corak ini berbeda dengan suku-suku di Flores yang mengikat destar dengan puncak mengerucut terletak di bagian depan atau tanpa kerucut dengan seluruh permukaan atas tertutup.

Jenis dan Motif Kain NTT
Foto: kain tenun NTT (tripsumba.com)
Menurut proses produksi, jenis dan motif kain NTT ini terbagi menjadi beberapa jenis. Yaitu, tenun ikat, tenun buna, dan tenun lotis atau sotis atau songket.
1. Tenun Ikat
Seperti namanya, tenun ikat memiliki proses pembentukan motif dengan cara pengikatan benang. Di NTT, benang lungsi lah yang akan diikat dan akan menghasilkan motif yang unik.
Dalam pembuatan kain tenun ikat, maka benang akan digabungkan secara memanjang dan melintang.
2. Tenun Buna
Alhasil, teknik ini menghasilkan motif dengan berbagai warna yang begitu memikat mata.
3. Tenun Lotis
Ini adalah kain khas NTT yang sering disebut dengan kain songket dan memiliki proses pembuatan yang mirip dengan tenun buna.
Warnanya identik dengan warna dasar gelap seperti hitam, cokelat, biru tua, dan merah hati.
Perajin tenun biasa menggunakan pewarna alami seperti tauk, mengkudu, kunyit, dan tanaman lainnya.
Yakni, bisa mempercepat proses pengerjaan, tahan luntur dan sinar, tahan gosok, serta warnanya juga lebih beragam.
Selain itu, di masyarakat NTT, motif tenun dapat mencirikan dari mana si pemakai berasal. Sebab, dalam motif tenun tergambar ciri khas suatu suku atau pulau yang ia diami.
Motif di kain tenun merupakan wujud dari kehidupan masyarakat dan bentuk ikatan emosional yang erat dengan masyarakat tersebut.
Masyarakat NTT begitu bangga dan senang menggunakan tenunan asal sukunya, dan sebaliknya mereka akan canggung dan malu jika menggunakan tenunan dari suku lain.
Tiap kerajaan, kelompok suku, wilayah dan pulau juga menciptakan sejumlah pola atau motif hiasan yang khas pada tenunannya.
Kemudian, diturunkan dengan cara mengajarkan kepada anak cucu mereka supaya kelestarian seni tenun terus terjaga.

Jenis-jenis [ sunting | sunting sumber ]
Berdasarkan cara membuat [ sunting | sunting sumber ]
- Tenun ikat, motif diciptakan dari pengikatan benang. Pada daerah lain yang diikat ialah benang pakan maka pada kain tenun di NTT dibuat dengan cara kain lungsi yang diikatkan.
- Tenun Buna, berasal dari Timor Tengah Utara, yaitu pola tenunan dibentuk dari benang yang sudah dicelupkan terlebih dahulu ke pewarna. Benang tersebut disisipkan ke tenunan benang horizontal/pakan, sehingga teknik ini disebut juga teknik pakan tambahan.
- Tenun Lotis, Sotis atau Songket: Teknik ini juga menggunakan benang berwarna tanpa diikat. Motif diciptakan dari benang vertikal (lungsi) yang melompat lebih dari 1 benang horizontal (pakan).
- Tenun Naisa, umumnya dengan motif segitiga. Motif dibuat seperti menganyam benang horizontal pada benang vertikal membentuk segitiga, sehingga antar segitiga ada celah yang terbentuk. Teknik tenun naisa juga dikenal dg nama lain tapestri bercelah, seperti teknik yang digunakan untuk membuat tenun Rangrang dari Bali.
Berdasarkan kegunaan [ sunting | sunting sumber ]
Semuanya mempunyai persamaan umum yakni cenderung berwarna dasar gelap karena zaman dahulu masyarakat belum mengenal adanya pewarna buatan sehingga menggunakan pewarna alami dengan pilihan warna yang terbatas.
Berdasarkan persebaran [ sunting | sunting sumber ]
1. Tenun ikat: Hampir tersebar di seluruh wilayah NTT kecuali Kab. Manggarai dan Kab. Ngada
2. Tenun buna: Tersebar di daratan Timor antara lain di Kab. Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu. Namun paling banyak terpusat di wilayah Timor Tengah Utara.
3. Tenun lotis/sotis atau songket: Tersebar di semua wilayah Nusa Tenggara Timur, merupakan bentuk tenun yang paling umum di masyarakat NTT. [2]

Tags: tenun