Kain Tenun Sumba Timur - Keindahan Budaya dalam Karya Sulam dan Kerajinan Tangan
Jalur tenun
Tantangan bagi tenun Sumba adalah standardisasi. Pada masa ketika teknologi informasi memungkinkan semua aspek kehidupan saling terhubung, e-dagang menawarkan kain Sumba sebagai tandingan penjualan di tempat asal. Calon pembeli akan melihat perbandingan harga yang cukup besar antara kain tenun yang ditawarkan langsung di tempat dan yang ditawarkan melalui situs e-dagang.
Orang dapat banyak mengajukan pembelaan mengapa kain tenun harganya lebih mahal di tempat asal pembuatnya, tetapi tantangan ini harus mendapat jalan keluar demi masa depan tenun Sumba dan para penenunnya. Apalagi tenun akan dijadikan daya tarik bagi wisatawan agar tinggal lebih lama di Sumba dengan membangun sejumlah pusat penenunan.
Melalui rumah tenun, Yori Antar ingin ekonomi perempuan terangkat sehingga posisinya semakin terhormat di masyarakat patriarkat tersebut. Lagi pula, perempuan biasanya menggunakan pendapatannya yang bernilai ekonomi untuk pertama-tama menyejahterakan keluarga, membeli makanan, dan membiayai pendidikan anak-anak.
Seperti dikatakan Robert Ramone, alam Sumba indah, tetapi kehidupan masyarakatnya belum seindah alamnya. Indeks pembangunan manusia di Sumba tahun 2017 sebesar 63,73, masih di bawah rata-rata nasional, yakni 70,81. Indeks ini mengukur kualitas pembangunan manusia dilihat dari tingkat pendidikan, derajat kesehatan, dan kemakmuran ekonomi masyarakat.
Ignatius Hapu Karanjawa menyebutkan, membangun rumah tenun tidak hanya untuk keperluan pariwisata dan menenun kain. ”Di sini kita menenun harapan, membahas persoalan yang kita hadapi di masa depan. Rumah ini tempat berdebat, menyampaikan ide-ide yang muncul saat menenun,” katanya.
Sumba memiliki alam yang indah, tetapi seperti disebut Robert Ramone, kehidupan masyarakatnya tidak seindah alamnya. Kemiskinan masih menjadi bagian melekat pada rakyat.

Cerita kain
Alam yang asli, kasar, terasa mistis, keras seperti batu karang yang menghiasi sepanjang jalan membentuk orang Sumba. Adat dan kepercayaan Marapu membuat Sumba unik. Menurut budayawan Sumba dan pemuka agama dari Keuskupan Redemptoris, Pastor Robert Ramone CSsR, kepercayaan Marapu bersifat animistis, mengajarkan keseimbangan hidup manusia dan alam semesta. Di dalamnya manusia mencapai kebahagiaan yang dirindukan.
Semua cerita kehidupan, proses menuju surga yang dirindukan, kejadian di sekitar, tertuang di atas tenun ikat. Kain tenun di Sumba adalah kehidupan itu sendiri. Di coraknya ada cerita asal-usul manusia, lahir, menjadi dewasa, hingga kematian.
Semua cerita kehidupan, proses menuju surga yang dirindukan, kejadian di sekitar, tertuang di atas tenun ikat.
Seperti umumnya masyarakat Nusantara, di Sumba peran kain juga begitu penting. Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian perempuan masih memakai tenun. Laki-laki dan perempuan akan memakai kain tenun kebanggaan mereka ketika tiba acara berkumpul bersama, untuk keperluan apa pun. Corak dan warna akan menceritakan karakter dan daerah asal si pemakai.
Begitu pentingnya peran kain dalam masyarakat Sumba, ketika seseorang berpulang, jasadnya harus ditutup tenun. Makin tinggi kedudukan yang meninggal, makin banyak kain dibungkuskan pada jasad.
Menenun menjadi pekerjaan perempuan. Tujuan awal adalah membuat kain untuk suami sebagai tanda hormat dan cinta. Kain tenun itu akan dibawa hingga suami meninggal dunia, dipakai menutup jenazah. Perempuan tentu juga menenun untuk diri sendiri sejak memasuki usia akil balik dengan pengetahuan yang dia terima dari ibu dan nenek-neneknya. Saat menikah, kain-kain terbaik akan dibawa ke rumah suami dan diwariskan kepada anak-anaknya.
”Corak kain menggambarkan karakter pemakai,” ujar pegiat tenun Sumba, Umbu Ignatius Hapu Karanjawa.

Kain Tenun Sumba : Warisan Dunia dari NTT
Kain tenun Sumba adalah kain tenun yang berasal dari provinsi NTT atau Nusa Tenggara Timur, tepatnya di daerah Sumba. Motif yang kaya makna dan cara pembuatan yang asli membuat harganya sangat mahal. Namun, sebanding dengan nilai yang ada pada selembar wastra khas Indonesia.
Indonesia memang kaya dengan ragam teknik kain tradisional. Ada yang berbentuk songket seperti di Palembang dan Bali. Ada juga teknik menjelujur pada kain sasirangan. Selain itu, masih banyak cara pembuatan tradisional yang menarik dari berbagai daerah Nusantara. Contohnya teknik ikat tenun Sumba NTT.
Tenun Sumba yang melegenda ini sekarang sudah diakui menjadi warisan dunia loh. Masing-masing wilayah di Sumba memang memiliki ragam dan corak tersendiri. Baik itu kain tenun yang berasal dari daerah Sumba Timur dan Barat, keduanya memiliki ciri khas masing-masing.

Tenun Sumba : Mengenal Ciri Khas dan Makna Motifnya
Mengenal tenun Sumba berasal dari daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT. Tepatnya, di pulau Sumba yang terletak di sebelah selatan pulau Flores. Mulai dari ciri khas, fungsi, dan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatannya.
Sebagaimana wastra tradisional daerah lain seperti Tenun Papua, kain ikat di Indonesia memang selalu mempunyai ciri khas yang unik dan menarik. Bahkan, keunikan tenun NTT ini membuatnya diakui sebagai warisan dunia. Sumba memang menjadi ikon yang fenomenal saat kita membicarakan kerajinan kain. Latar belakang sejarah, adat yang terjaga dan keaslian ragam motifnya selalu menarik perhatian. Tidak hanya di Indonesia, namun juga pemerhati kebudayaan nusantara di berbagai belahan dunia.

Hanya Ada Satu Sumba
S ejauh mata memandang pada musim kemarau seperti sekarang, hanya rumput kuning emas di gundukan bukit-bukit Sumba dari timur ke barat. Keindahan Sumba berbeda dengan banyak daerah lain di Indonesia, bahkan dengan pulau-pulau lain di Nusa Tenggara Timur.
Sabana menjadi lanskap dominan di pulau yang panjangnya hanya 210 kilometer dari timur ke barat dan lebar 50 kilometer saja dari utara ke selatan ini. Pasir pantainya putih lembut, laut biru lazuardi bertemu dengan biru gelap, dan langit biru membentuk kontras surealis.
Salah satu keindahan ada di Bukit Wairinding yang terletak di tepi jalan raya dari timur ke barat Sumba. Dari salah satu puncak bukit terlihat jalan raya berkelok, sesekali saja ada kendaraan melintas. Sisanya adalah bukit-bukit dengan rumput kuning emas.
Sumba juga dikenal karena batu menhir yang menjadi kubur bagi yang meninggal. Batu kubur ada di depan tiap rumah dan ada banyak desa yang terkenal karena batu kubur menhir. Salah satunya di Ratanggero, Sumba Barat Daya.
Lalu, ada Nihi Watu, resor di Sumba Barat, yang disebut sebagai salah satu yang terbaik di dunia. Juga ada perancang busana Biyan Wanaatmadja yang mengangkat kain tenun Sumba dengan kekayaan coraknya dalam rancangan busana, bekerja sama dengan Bank Indonesia.
Jalan mulus mengantar dari Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur, ke Waitabula, ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya. Sepanjang jalan hanya sesekali berpapasan dengan kendaraan roda empat. Lebih sering bertemu ternak kerbau, sapi, kuda, atau kambing di padang rumput menguning daripada berjumpa penduduk. Penduduk Sumba memang hanya 800.000 jiwa pada tahun 2016.

Tags: tenun