...
Motif kain tenun Sumba terinspirasi dari flora, fauna, dan agama. Motif yang tergambar pada kain tenun Sumba pun selalu memiliki makna atau cerita di baliknya. Misalnya, gambar ayam yang menjadi simbol sebagai pengingat waktu. Mengingat jaman dahulu belum ada jam, maka ayamlah yang bertugas sebagai menjadi penanda waktu pagi.
Selain itu ada juga kuda yang melambangkan alat transportasi pada jaman dahulu. Sedangkan motif tombak melambangkan senjata untuk mengusir penjajah. Lalu sayuran pare yang menjadi makanan pada jaman penjajah.
Namun saat ini motif kain tenun Sumba tidak lagi mengikuti pakem tradisional. Hal ini terlihat pada motif mamoli yang banyak muncul untuk kain perempuan. Bahkan ada motif yang tidak memiliki makna apapun dan sekedar hiasan dekoratif. Tetapi hal ini tidak mempengaruhi keindahan kain tenun Sumba bahkan sampai ke seluruh dunia.
Secara tradisional, fungsi tenun Sumba mempunyai manfaat sebagai berikut :
Mengenal tenun Sumba berasal dari daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur atau NTT. Tepatnya, di pulau Sumba yang terletak di sebelah selatan pulau Flores. Mulai dari ciri khas, fungsi, dan bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatannya.
Sebagaimana wastra tradisional daerah lain seperti Tenun Papua, kain ikat di Indonesia memang selalu mempunyai ciri khas yang unik dan menarik. Bahkan, keunikan tenun NTT ini membuatnya diakui sebagai warisan dunia. Sumba memang menjadi ikon yang fenomenal saat kita membicarakan kerajinan kain. Latar belakang sejarah, adat yang terjaga dan keaslian ragam motifnya selalu menarik perhatian. Tidak hanya di Indonesia, namun juga pemerhati kebudayaan nusantara di berbagai belahan dunia.
Bahan pembuatan tenun ikat di daerah NTT ini dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu :
Demikian perkenalan kita dengan kain tradisional dari pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Semoga menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan rasa bangga pada kekayaan ragam budaya nusantara.
Tantangan bagi tenun Sumba adalah standardisasi. Pada masa ketika teknologi informasi memungkinkan semua aspek kehidupan saling terhubung, e-dagang menawarkan kain Sumba sebagai tandingan penjualan di tempat asal. Calon pembeli akan melihat perbandingan harga yang cukup besar antara kain tenun yang ditawarkan langsung di tempat dan yang ditawarkan melalui situs e-dagang.
Orang dapat banyak mengajukan pembelaan mengapa kain tenun harganya lebih mahal di tempat asal pembuatnya, tetapi tantangan ini harus mendapat jalan keluar demi masa depan tenun Sumba dan para penenunnya. Apalagi tenun akan dijadikan daya tarik bagi wisatawan agar tinggal lebih lama di Sumba dengan membangun sejumlah pusat penenunan.
Melalui rumah tenun, Yori Antar ingin ekonomi perempuan terangkat sehingga posisinya semakin terhormat di masyarakat patriarkat tersebut. Lagi pula, perempuan biasanya menggunakan pendapatannya yang bernilai ekonomi untuk pertama-tama menyejahterakan keluarga, membeli makanan, dan membiayai pendidikan anak-anak.
Seperti dikatakan Robert Ramone, alam Sumba indah, tetapi kehidupan masyarakatnya belum seindah alamnya. Indeks pembangunan manusia di Sumba tahun 2017 sebesar 63,73, masih di bawah rata-rata nasional, yakni 70,81. Indeks ini mengukur kualitas pembangunan manusia dilihat dari tingkat pendidikan, derajat kesehatan, dan kemakmuran ekonomi masyarakat.
Ignatius Hapu Karanjawa menyebutkan, membangun rumah tenun tidak hanya untuk keperluan pariwisata dan menenun kain. ”Di sini kita menenun harapan, membahas persoalan yang kita hadapi di masa depan. Rumah ini tempat berdebat, menyampaikan ide-ide yang muncul saat menenun,” katanya.
Sumba memiliki alam yang indah, tetapi seperti disebut Robert Ramone, kehidupan masyarakatnya tidak seindah alamnya. Kemiskinan masih menjadi bagian melekat pada rakyat.