Seni dan Keindahan Kain Tenun Sumbawa dalam Kerajinan Tangan dan DIY
Sejarah Kre Alang
Peradaban tradisi songket sudah dikenal dari awal Abad VII di Sumatera bagian Selatan dan mengalami persebaran ke bagian barat maupun timur nusantara hingga awal abad XIV. Diduga kuat bahwa menenun songket mendapat pengaruh Tradisi dan Budaya Melayu. Kata Alang dalam bahasa Melayu Kuno berarti Kemilau atau Gemerlap, sehingga Kre Alang dapat diartikan sebagai kain yang kemilau atau gemerlap. Tradisi menenun Songket banyak dimiliki oleh Bangsa Melayu baik yang mendiami Pulau Sumatera, Kalimantan maupun Semenanjung Malaysia. Teknik Sulam Jit Tahan Uji yang juga diterapkan pada tenun Kre Alang, dikenal sebagai sulam tertua yg berasal dari India.
Sementara Kata Songket yang dalam bahasa Sumbawa Songkat berasal dari Bahasa Melayu yg artinya mengait atau mencungkit. Hal ini berkaitan dengan cara pembuatan yakni mengait atau mengangkat sejumput benang tenun untuk menyelipkan benang emas. Tradisi ini kemudian menyebar dan dikenal hanya di beberapa lingkungan Budaya Melayu, seperti di Serawak, Kelantan dan Trengganu. Sedangkan Sulam Keringkam dikenal di Sambas, Pontianak, Riau dan Jambi. Lalu sulam Kalengkang/Kelingkan dikenal di Sambas, Pontianak, Riau dan Jambi. Di Kepulauan Riau, dikenal Sulam Manto, sementara di Lampung, Bengkulu dan Palembang dikenal Sulam Mudawaro/Maduwara. Hingga akhirnya sampai di sumbawa dengan ciri khas dari segi motif, ragam hias dan juga warna yang biasanya disesuaikan dengan sumber daya alam dan lingkungan di sumbawa. Pusat pembuatan Kre Alang di sumbawa ada di Desa Poto yang kemudian menyebar luas keseluruh daerah Sumbawa dan Sumbawa barat dengan memiliki ciri khas masing-masing.
Kre Alang berupa kain sarung berukuran lebih kecil dari sarung pada umumnya. Ukurannya setengah dari sarung biasa. Dan bedanya dengan kain tenun lainnya, Kre Alang memiliki motif yang dibuat dengan benang berwarna emas. Pada awalnya kerajinan tenun memiliki ragam hias dan warna yang terbatas. Dan juga beberapa ragam hias Kre Alang dan Sapu Alang hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu khususnya pada kesultanan dan para tokoh penting. Hal itu, karena motif Kre Alang dan Sapu Alang tidak terlepas dari pengruh-pengaruh seperti kebudayaan, kepercayaan, adat istiadat, tata kehidupan, alam (flora, fauna dan benda alam) yang dihubungkan dengan harapan dan maksud tertentu, yaitu dapat menghubungkan manusia dengan Tuhannya agar dijauhkan dari malapetaka, diberi kedamaian, kemenangan dan banyak lagi harapan lainnya. Seiring perkembangan kerajinan Kre Alang dan Sapu Alang sudah mulai banyak digunakan oleh masyarakat tidak terkecuali masyarakat kecil yang juga bisa merasakan.

4. Dodol Rumput Laut
Yang juga tak boleh dilewatkan sebagai oleh-oleh khas Sumbawa adalah dodol rumput laut. Itu karena dodol ini memiliki tekstur yang berbeda dari kebanyakan dodol pada umumnya yang lembek dan lengket. Tekstur dodol rumput laut kenyal mirip dengan tekstur jelly.
Jika umumnya dodol berwarna cokelat, dodol rumput laut mempunyai warna kuning, merah, hijau, juga oranye. Warna ini merupakan warna dari buah-buahan dan sayuran yang menjadi rasa dodol tersebut, seperti nanas, stroberi, durian, melon, tomat, labu siam, dan yang lainnya.
Dodol ini selain rasanya yang enak juga mempunyai banyak vitamin dari rumput laut. Camilan sehat ini cocok sekali sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah. Harga dodol rumput laut bermacam-macam bergantung pada berat kemasannya.

Motif Lonto Engal
Penciptaan lonto engal merupakan salah satu bentuk ekspresi masyarakat tentang kesuburan dan kemakmuran daerah Sumbawa (Tana Samawa) dimasa lalu. Kesuburan ditandai dengan tumbuhnya berbagai jenis tumbuhan dan tanaman yang menginspirasi masyarakat untuk menciptakan motif tersebut. Engal adalah salah satu jenis tumbuhan merambat yang mudah tumbuh dimana saja. Umbinya dapat dimakan dan umumnya menjadi makanan favorit di kalangan masyarakat sehingga motif lonto engal ini menjadi simbol kemakmuran.
Pada motif lonto engal, motifnya meniru bentuk tumbuhan merambat jika berbuah isinya bisa dimakan. Motif ini merupakan motif hias sulur yang dimana bagian batang pada lonto engal menjalar atau merambat yang kemudian dituangkan menjadi lonto engal. Pada motif ini seluruh permukaan dasar kain terisi dan pada permukaan motif terisi seragam. Pola yang digunakan pola berangkai dimana motif saling terhubung secara horizontal.
Pada motif lonto engal menggambarkan secara utuh bentuk tumbuhan menjalar atau merambat yang kemudian dituangkan menjadi motif lonto engal. Motif lonto engal adalah motif sulur yang menggambarkan tentang kontinuitas dan kesinambungan yang tidak terputus. Engal merupakan tanaman merambat yang umbinya bisa dimakan. Motif lonto engal diberi nama sebagai ragam hias menurut masyarakat Sumbawa dimaksudkan sebagai tinggi dan cerdasnya tingkat berpikir serta bertindak dalam kehidupan nyata. Pada motif lonto engal memiliki simbol daur hidup yang berkesinambungan, artinya bahwa kehidupan harus saling seimbang. Ibarat air yang terus mengalir bahwa segala sesuatu yang kita kerjakan jangan setengah-setengah, melainkan harus selesai jika ingin mendapatkan hasil.
Pada motif lonto engal menggunakan warna coklat dengan warna dasar merah. Warna merah mempunyai makna sebagai semangat, perjuangan, gejolak, dan cinta kasih. Dan warna coklat mempunyai arti tenang, selalu hangat dan bersahabat, sekaligus membedakan depan dan belakang.

Tags: tenun