... Patung Tenun Klaten: Kesenian Sulaman Tradisional Indonesia yang Harus Anda Ketahui

Seni dan Keindahan Patung Tenun Klaten dalam Kerajinan Rajut dan Kerajinan DIY

Proses Pembuatan Kain Tenun Lurik Klaten

Lurik menjadi salah satu ciri khas dari Kabupaten Klaten, hampir berbagai macam industri mulai dari konveksi, hingga kerajian berupa tenun lurik berada di Klaten. Bila ada melewati Kabupaten Klaten yang terletak diantara Kota Jogja dan Kota Solo ini, akan terdapat patung berupa orang yang sedang menenun lurik, pantaslah Klaten mendapat julukan sebagai Ibukotanya Tenun Lurik. Ingin tahu bagaimanakah cara dan proses untuk pembuatan kain lurik ini. yuks simak ulasannya berikut ini…

Kain lurik dibuat dengan cara menenun helaian-helaian benang menjadi selembar kain. Nah proses pertama ini adalah mencelupkan helaian-helaian benang tersebut pada warna yang diinginkan.

Proses pembuatan kain tenun lurik klaten

Rahmad : maestro tenun lurik Pedan

Dari album foto yang diperlihatkan kepada saya, tentu Rahmad bukan sembarang orang yang hanya mengaku sebagai seorang pengusaha kain lurik. Ia kembali membuka identitas dirinya. Rahmad mengaku bahwa sebelum memulai bisnis tenun, ia sempat menabung pengalaman sebagai anggota yang mencetak dan mengedarluaskan tulisan dari penulis-penulis terkenal termasuk Buya Hamka (penulis Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck) di Panji Masyarakat.

Lebih dari sepuluh pekerja dengan rata-rata umur di atas lima puluh tahun saya temui. Rahmad tak mengatur jam bekerja di sini. Mereka bekerja secara bebas dengan mengatur jadwal sesuai waktu luang dan keinginan. Salah satu yang saya temui adalah Marsini (60 tahun).

Marsini saat itu sedang menggulung benang-benang yang semrawut di kalengnya. Deretan gigi putih dengan beberapa warna emas melemparkan senyum dan sapaan ramah kepada saya. Ibu dengan empat anak ini berprofesi utama sebagai petani. Belum lama ini, Marsini baru selesai memanen padi-padinya. Sementara menjadi pengrajin lurik di rumah Rahmad adalah pekerjaan sampingan saja.

Sabtu adalah hari yang membahagiakan bagi Marsini dan kawan-kawan. Setiap pekannya, mandor tenun lurik akan membagikan upah sesuai dengan jumlah pekerjaan yang sudah dirampungkan. Beberapa lembar uang lima puluh ribu yang diikat karet diterima Marsini dengan senang.

“Alhamdulillah. Nompo gaji (nerima gaji)”. Ia tak malu harus menunjukkan upah mingguannya kepada saya.

Jam istirahat tepat pada pukul 12.00 WIB. Seluruh pekerja yang tadinya beraktivitas kini bergiliran menunaikan solat zuhur. Dibagikan pula sebungkus jamuan makan siang. Dalam rehat yang sebentar, mereka berbincang akrab sembari melempar canda. Agar suasana semakin akrab, saya pun ikut bercanda bersama Endang (40 tahun). Mereka yang melihat Endang dirayu menyeringai tawa menyaksikan kami berdua.

Kain Tenun Lurik Zaman NOW

Sekarang ini pasar tidak lagi peduli tentang warna, jenis, motif, dan makna filosofis di balik sehelai kain tenun lurik yang selama ini dikembangkan oleh para leluhur. Sekarang ini banyak bermunculan jenis, corak dan warna dasarnya yang diambil dari lurik tradisi dengan sentuhan masa kini yang lebih bervariasi mengikuti tren dunia fashion.

Jika kondisi ini dibiarkan terus berlangsung, saya kira bukan gak mungkin tenun lurik semakin termarjinalkan dan lama-kelamaan akan hilang dari peredaran. Dan jika memang itu yang terjadi, berarti memang kita tidak bisa menjadi ahli waris yang dapat menjaga dan mengembangkan warisan adiluhung nenek moyang kita.

Dan barangkali benar, kita tak perlu membawa-bawa masa lampau ke era sekarang. Sekarang sudah era revolusi 4.0 dimana yang mahal dan ribet tak lagi laku, karena yang dibutuhkan serba instant dan yang penting murah.

Ke Klaten, Menguak Kisah Kain Tenun Lurik

Klaten (Bahasa Jawa: Klathen) merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah dan boleh dibilang wilayah yang cukup subur karena letaknya memang dekat dengan Gunung Merapi. Secara geografis kota ini diapit oleh dua kota besar bekas Kerajaan Mataram, yaitu Yogyakarta dan Solo. Mungkin saking besarnya potensi kedua kota yang mengapitnya, tak jarang hal ini membuat Klaten hanya dianggap sebagai pupuk bawang atau menjadi daerah yang kurang diperhitungkan bagi kalangan wisatawan. Tapi apa iya, di kota yang konon berasal dari kata “Kelathi” (buah bibir) ini memang benar-benar gak ada destinasi yang menarik?

Hohoho… jangan salah.

Meskipun terhitung kota kecil, Klaten banyak menyimpan potensi destinasi wisata. Ada wisata sejarah, seperti misalnya: Museum Gula, Candi Sewu, Candi Plaosan, Benteng Loji (Fort Engelenburg) dan sebagainya. Jika menyebut wisata alam, maka nama Umbul Ponggok akan langsung berada di urutan teratas. Nah, kalau yang disebut adalah wisata tenun di Jawa Tengah, sudah pasti Klaten-lah yang muncul sebagai juaranya. Ada beberapa sentra tenun lurik yang dapat kita kunjungi. Dan sebagai pemerhati kain tenun, justru alasan terakhir inilah yang membuat saya bersemangat mengeksplor Klaten.


Tags: tenun

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia