Seni Merajut dan Kerajinan DIY - Eksplorasi Sentra Kerajinan Tangan Eceng Gondok
Ancaman atau Peluang Eceng gondok
Seorang warga menjemur batang tanaman eceng gondok (eichhornia crassipes) yang dikumpulkan dari Danau Rawa Pening, Jawa Tengah. Foto: Aji Styawan/Antara Foto
Isu penyebaran tanaman invasif, khususnya eceng gondok, menjadi perdebatan hangat di kalangan para pakar lingkungan. Tanaman air ini, meskipun dianggap sebagai hama oleh sebagian pihak, ternyata memiliki potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam konteks keberlanjutan lingkungan.
Eceng gondok, yang tumbuh subur di perairan tawar tropis, seringkali dianggap sebagai ancaman bagi ekosistem asli karena kemampuannya menutupi permukaan air, menghambat pertumbuhan tanaman air lainnya, serta mempengaruhi kualitas air. Namun, di sisi lain, tanaman ini menawarkan serangkaian peluang yang dapat dimanfaatkan untuk keberlanjutan lingkungan.
Organisasi lingkungan terkemuka, GreenEarth, mencatat bahwa eceng gondok bisa digunakan sebagai bahan baku bioetanol, pakan ternak, kompos, hingga produk kerajinan tangan. Dengan memanfaatkan eceng gondok sebagai sumber daya, bukan hanya mencegah penyebarannya tetapi juga memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat sekitar.
Pengalaman dari negara-negara tetangga, seperti Filipina dan Thailand, menunjukkan bahwa dengan dukungan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, eceng gondok dapat diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi. Misalnya, di Filipina, eceng gondok diolah menjadi tas dan aksesori yang diekspor ke berbagai negara.
Sebagai langkah awal, pemerintah bisa berkolaborasi dengan perguruan tinggi dan peneliti untuk melakukan riset mendalam mengenai potensi dan dampak ekonomi dari pemanfaatan eceng gondok. Selanjutnya, kebijakan yang mendukung industri berbasis eceng gondok perlu disusun agar peluang ini bisa dimaksimalkan.
Tantangan terbesar dalam mengembangkan industri berbasis eceng gondok adalah bagaimana mengubah paradigma masyarakat yang selama ini melihat tanaman ini hanya sebagai hama. Edukasi publik, melalui kampanye dan pelatihan, dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan potensi besar yang dimiliki oleh eceng gondok.
26. Dompet Persegi Panjang
Pergi ke acara-acara formal maupun non formal para wanita biasanya memilih dompet atau clutch persegi panjang. Selain sebagai pemanis, dompet juga bisa dijadikan tempat menyimpan handphone dan juga uang. Agar berbeda daripada dompet lainnya, bisa menjadikan dompet persegi panjang ini sebagai referensi.
Terbuat dari eceng gondok bukan berarti tampilan dompet ini murahan. Justru akan terlihat semakin menawan apalagi jika dipadukan dengan pakaian yang sesuai. Pasti akan lebih cantik dan juga elegan.
Itulah ragam kerajinan dari eceng gondok yang bisa dijadikan referensi. Selain warnanya yang netral, kerajinan yang terbuat dari eceng gondok terlihat lebih unik dan menarik. Serat tanaman gulma ini tidak mudah rontok apabila dijadikan kerajinan sehingga banyak masyarakat yang menyukainya.
Tidak hanya masyarakat lokal, masyarakat internasional pun sudah banyak yang melirik kerajinan dari eceng gondok. Hal tersebut tentunya akan membuat pengrajin di negara Indonesia semakin dikenal dan produk-produk buatan Indonesia semakin berkembang. Jadi jika ingin mencoba berbagai jenis kerajinan dari eceng gondok, referensi diatas bisa sedikit membantu.
Berawal dari Bahan Mentah
“Di sini malah yang belum ada perajinnya. Nah, ini makanya kita bergerak untuk ayo kita di sini juga bisa bikin jadi daerah perajin. Angan-angan nantinya ingin jadi sentra kerajinan, itu kita mulai dan kita terus berproses dan berprogress,” ucap Firman.
Merek Bengok Craft bermakna sederhana, namun erat dengan ciri khas produk yang mereka jual. Firman menuturkan, bengok merupakan penyebutan nama lokal enceng gondok di daerah mereka.
“Sedangkan craft itu nama global. Kita sedari awal pengin bawa produk lokal ini ke ranah global,” tambahnya.
Ketika menjual eceng gondok basah ke para penjemur, biasanya bahan mentah itu terjual Rp500,00 per kilo.
“Dijemur selama 2-3 minggu sampai kering itu dijual per kilonya Rp5000,00. Apabila satu kilo ini dibikin kerajinan, itu bisa menghasilkan berkali-kali lipat,” jelas Firman.
Misalnya, perajin membuat topi, topi membutuhkan eceng gondok sekitar satu kilogram. “Jadi, ada peningkatan harga di situ. Bahkan 10 kali lipat lebih dengan kita berkreasi,” ucap Firman.
Firman menuturkan, bengok merupakan penyebutan nama lokal enceng gondok di Desa Kesongo, Jawa Tengah. Foto: Bengok Craft.
Harapan Menjadi Sentra Kerajinan Eceng Gondok
Firman berharap, jika semakin banyak warga yang mengolah kerajinan enceng gondok, desa mereka akan menjadi sentra kerajinan enceng gondok. Dia percaya, keunikan ini bisa menarik wisatawan. Selain menambahkan pemasukan untuk warga, mereka juga menularkan ilmu bagi orang-orang yang datang ke desa mereka.
Di samping menambah nilai bengok, usaha upcycle lewat bengok craft juga mengusung zero waste. Firman mengatakan, mereka sebisa mungkin meminimalisir sampah.
“Jadi sisa kerajinan, apabila kita bikin sandal atau bikin tas, kita bisa olah kembali menjadi sesuatu produk yang baru,” timpalnya.
Bengok Craft mendistribusikan kreasi eceng gondok melalui media sosial. Mereka menjangkau kota-kota yang memang menaruh apresiasi tinggi terhadap kreasi-kreasi upcycle lewat daring seperti Instagram dan Website. Menurut Firman, jika hanya memasarkan di area lokal saja, usahanya kurang bisa berkembang.
“Kita mencoba untuk menjangkau pasaran di kota-kota besar, yaitu di daerah Bali – Jakarta. Memang kita bukan seperti pabrikan atau yang produksi massal. Kita tetep kreasi terbatas. Kita perbanyak inovasi dengan kreasi-kreasi yang baru,” ucapnya.
Saat ini, macam-macam produk olahan eceng gondok yang mereka jual adalah dekorasi ruangan (tempat menyimpan barang), tas, sendal, phone case, dan mangkuk.
Penulis: Agnes Marpaung.
Tags: kerajinan dari yang tangan adalah gondok eceng