Makna dan Keindahan Motif Kain Tenun Flores dalam Kerajinan Jarum dan Kerajinan Sendiri
4. Pakaian Adat Suku Sumba
Suku Sumba memiliki pakaian adat yang sederhana dan tidak memerlukan banyak aksesori. Untuk pakaian adat pria dikenal dengan nama hinggi. Pemakaiannya cukup mudah yang terdiri dari dua lembar hinggi, yaitu kawuru dan kombu. Selanjutnya, pada bagian kepala lilitkan kain tiara patang dan buatlah jambul pada bagian kiri maupun kanan.
Pakaian adat wanita menggunakan kain kawuru. Kain tersebut dililitkan sampai setinggi dada mirip dengan kemban. Lalu, pada bagian bahu ditutup kain taba huku yang memiliki warna sama dengan kain wuru. Polesan akhir tambahkan anting dan kalung emas sebagai aksesori.
Motif Kain Tenun dari Bima, NTB
Motif dan ragam hias yang dimiliki Bima tidak terlalu beragam, mengingat simbol dan gambar yang dijadikan motif tenun, berpedoman pada nilai dan norma adat yang Islami. Kita tahu, Kerajaan Dompu (Bima), merupakan kerajaan islam tersohor di bagian timur Nusantara, sehingga para penenun tidak boleh atau dilarang untuk memilih gambar manusia dan hewan sebagai motif pada tenunannya.
Umumnya, ragam hias kain tenun Bima memakai motif bunga atau geometris (jajaran genjang dan segitiga). Setiap unsur warna yang disematkan dalam sehelai kain tenun Bima, memiliki makna atau simbol tertentu. Seperti misalnya, warna biru simbol kedamaian dan keteguhan hati. Warna kuning bermakna kejayaan dan kebesaran. Warna hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran, dst.
Motif Bunga Samobo
Motif Nggusu Tolu atau Pado Tolu
Akhirnya, genap sudah saya sajikan 14 motif kain tenun dari Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur yang tersebar di beberapa tempat.
Semoga, suatu saat nanti para penenun di seluruh Indonesia difasilitasi pemerintah dan dunia perbankan agar mampu menjadi pelaku-pelaku industri dan perajin kecil-menengah, sehingga mereka mampu menghidupi keluarganya dari profesi mulia ini.
Bagaimanapun, kain tenun, sebagaimana kain batik, juga merupakan salah satu kekuatan devisa bangsa serta sumber daya potensial untuk dikembangkan ke mancanegara sebagai sebuah identitas bangsa akan kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia.
***
Artikel ini pertama kali diterbitkan pada tanggal 14 Februari 2015 dalam rangka #PostingBareng bersama teman-teman dari komunitas Travel Blogger Indonesia.
Melalui artikel ini, saya ingin menunjukkan kasih sayang kepada mereka, para perempuan-perempuan penenun luar biasa yang dengan cara luar biasa pula mengabadikan setiap motif-motif kain tenun yang sudah pernah mereka buat.
Namun, tak seluruh wilayah nusantara, karena kebetulan saya baru sempat mampir ke Lombok (NTB), Bima (NTB), Sumba (NTT), dan Flores (NTT) saja, dan itu pun masih belum semua. Semoga saja ada waktu, dan sponsorship kesempatan agar saya bisa melanjutkan perjalanan menyusuri daerah-daerah penghasil tenun di seluruh Indonesia.
Ragam Motif Kain Tenun Songke
Kain tenun songke memiliki motif dan corak yang beraneka ragam. Warna hitam digunakan sebagai warna dasar yang kemudian diwarnai oleh ragam corak dan motif. Tidak sembarang corak dapat digunakan, sebab kain ini sebagai bentuk penghormatan terhadap kebudayaan memiliki simbol yang memiliki arti dan filosofi tersendiri.
Adapun beberapa motif tersebut ialah:
- Motif Su'i. Motif Su'i yang diwarnai corak garis-garis ini diartikan sebagai bahwa kehidupan masyarakat Manggarai dibatasi oleh peraturan dan hukum adat yang tidak boleh dilanggar.
- Motif Mata Manuk. Motif Mata Manuk ini memiliki kaitan yang erat dengan Tuhan sebagai maha melihat yang mengetahui segala perbuatan yang dilakukan oleh hambanya. Mata Manuk juga disimbolkan sebagai sarana persembahan kepada sang pencipta saat teing hang (pemberian makan leluhur), wuat wa'i (pengumpulan dana pendidikan), penti (pesta adat sykuran atas hasil panen), kelas (upacara penghormatan bagi orang yang sudah meninggal), dan segala ritus adat yang ada di wilayah Manggarai.
- Motif Wela Ngkaweng. Wela diartikan sebagai bunga, sementara ngakweng merupakan jenis tanaman herbal yang dijadikan sebagai obat khusus untuk hewan ternak. Motif Wela Ngkaweng ini memiliki makna simbolik sebagai bentuk perwujudan kehidupan manusia yang tidak lepas dari alam semesta sepanjang manusia itu hidup.
- Motif Wela Runu. Motif Wela Runu digambarkan sebagai motif jenis bunga runu berukuran kecil yang mengandung arti bahwa setiap kehidupan yang dijalani oleh manusia memiliki pasti memiliki manfaat dan keindahannya tersendiri.
- Motif Ranggong atau laba-laba. Bagi masyarakat Manggarai, laba-laba dianggap sebagai hewan yang ulet dan pekerja keras. Laba-laba juga dinilai memiliki kejujuran yang membuatnya disenangi dan dimuliakan oleh disekitar.
- Motif Natala. Motif Natala diartikan sebagai bintang yang memiliki makna bahwa ketika menjalani kehidupan, masyarakat khususnya di wilayah Manggarai diharapkan dapat memiliki harapan setinggi bintang di langit.
Penggunaan dan Fungsi Kain Tenun Songke
Secara adat, kain songke wajib digunakan oleh masyarakat di wilayah Manggarai dalam acara-acara penting seperti kenduri (penti), membuka ladang baru (rending), dan musyawarah (nempung). Kain tersebut juga dikenakan oleh para pertarung saat tarian caci, sebagai mas kawin (belis) dan digunakan sebagai selendang atau kain upacara penyambutan tamu (selempang tuba meka).
Tidak hanya itu, kain songke juga digunakan sebagai mata pencaharian untuk memenuhi kehidupan sehari-hari sebab memiliki nilai jual yang sangat tinggi.
Kain tenun tersebut menjadi kelengkapan setiap upacara adat sudah sejak zaman dahulu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti saat lejang (berkumpul) dan laat (menjenguk atau berkunjung). Sebabnya, kain songke dianggap memiliki nilai kesopanan atau di'ab'aweki (pembawaan diri yang baik).
Tidak hanya itu, kain ini juga digunakan sebagai alat perantara untuk mengusir roh jahat atau setan dalam proses penyembuhan orang sakit. Hal ini karena keyakinan bahwas songke yang terbuat dari tenunan benang berbahan dasar kapas yang mempunyai harum yang khas sehingga membantu dalam proses pengusiran setan.
Dalam perspektif pengamat adat, kain songke merupakan bagian dari ritus budaya atau upacara adat yang melindungi diri atau wengko weki dari panas dan dingin. Inilah mengapa, ketika rapat hingga larut malam, mereka yang membawa anak memanfaatkan kain itu sebagai kain untuk menggendong anak ketika hendak pulang ke rumah.
Dalam hal lainnya, Kain tenun tersebut juga digunakan oleh masyarakat di wilayah Manggarai ketika sedang menjalankan ibadah ke gereja. Para laki-laki memadupadankan kain Tenun Songke dengan atasan putih dan bawahan tengge songke. Sementara itu, untuk perempuan menggunakan deng songke yang dipadukan dengan kebaya atau brokat.
Dari segi busana untuk tarian daerah, kain tenun songke digunakan dalam tarian caci, congka sae, rungkuk alu, dan sanda. Sementara dari segi pariwisata dan ekonomi, kain Tenun Songke dimanfaatkan sebagai souvenir atau oleh-oleh yang dibeli oleh para wisatawan.
Tags: tenun motif