Motif Tenun Bima - Keindahan Budaya dalam Karya Jarum dan DIY
Sejarah Batik di Nusa Tenggara Barat
Meski demikian, ada keyakinan tentang jejak budaya membatik dari Kerajaan Majapahit (Jawa). Saat Majapahit mendatangi kawasan Kerajaan Selaparang di Nusa Tenggara, batik menjadi salah satu pertukaran budaya di masyarakat lokal.
Sisa-sisa budaya membatik tampak pada model ikat kepala sapuq (sapuk atau udeng NTB) yang umumnya dari kain batik. Selain itu sebagian perempuan suku di NTB mengenakan pakaian adat untuk keluar rumah seperti sinjang (kain panjang) dari batik lasem Rembang maupun selendang.
Bagi masyarakat Nusa Tenggara sendiri, kegiatan menenun lebih berkembang dan secara tradisi lebih dominan dilakukan dibandingkan membatik. Namun demikian, saat batik mulai berkembang lagi di wilayah ini, teknik yang digunakan untuk membuat batik pun terlihat unik.
Misalnya, teknik melepas lilin yang menggunakan besi panas, meskipun ada juga yang memakai teknik perendaman yang lazim di Jawa. Selain itu, perajin batik NTB secara kreatif menggabungkan teknik tenun dan membatik dalam menghasilkan selembar kain bermotif.
Intip Proses Pembuatan Kain Tenun Khas Bima
pexel.com/Kiara Coll
Warga di Kota Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat memiliki salah satu mata pencaharian, yaitu menenun. Kota ini dijadikan sebagai tempat wisata sekaligus sebagai tempat membeli kain tenun khas Bima.
Jenis alat tenun yang digunakan oleh masyarakat Bima adalah alat tenun jenis Gedogan, yaitu dengan cara alat tenun dipangku oleh penenun dan posisi duduk serta kaki penenun yang diselonjorkan.
Salah satu hasil tenun Bima adalah Tembe atau sarung. Contohnya Tembe Nggoli, Tembe Songke, Tembe Me'e dan Tembe Kafa Nae yang merupakan jenis kain tenun Bima dengan beberapa motif. Motifnya antara lain Kakando, Nggusu Waru, Nggusu Tolu, B'ali Mpida, B'ali Lomba,Tagambe, serta Aruna.
Kain tenun Bima juga ada yang dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari seperti Tembe Nggoli dengan bahan yang sangat nyaman serta lembut untuk digunakan. Apalagi kain ini akan terasa hangat saat musim dingin dan terasa dingin saat cuaca yang panas. Kain sejuta umat masyarakat Bima ini dapat digunakan untuk salat, tidur, digunakan sebagai rimpu (menutup tubuh bagian atas) untuk perempuan dan katente untuk lelaki. Selain itu, ada jenis kain tertentu seperti songke yang digunakan pada acara-acara formal seperti upacara adat atau hajatan.
Dalam menenun kainnya, terdapat empat proses utama yaitu penggulungan benang atau “Moro Kafa”, pemisahan benang atau “Ngane Kafa”, “Luru Kafa”, dan yang terakhir adalah “Muna”. Selembar kainnya membutuhkan waktu pembuatan yang lumayan lama karena masih menggunakan cara manual dan juga alat-alat tradisional untuk menjaga kualitas kain tenun itu sendiri. Ini beberapa proses dalam membuat kain tenun tradisional Bima.
Teknik Batik Sasambo NTB (Lombok, Sumbawa, Bima)
- Membatik dengan Canting dan Besi Panas
Teknik membatik tradisional dengan canting juga dilakukan di NTB. Lilin digambar sesuai pola dengan alat canting di selembar kain dengan motif khas NTB. Uniknya untuk menghilangkan lilin, perajin memakai teknik yang berbeda dari yang umum di Jawa.
Motif yang awalnya diblok dengan lilin canting, lalu dilepas lilinnya dengan teknik besi panas. Yakni, potongan besi dipanaskan di bagian ujungnya. Potongan besi tersebut lalu ditempelkan di bagian lilin yang ada di kain. Lilin sendiri digunakan untuk membatasi warna-warna pada kain batik.
Selain dengan cara tersebut, pelepasan lilin saat proses mewarnai juga kadang dilakukan seperti teknik yang dilakukan di Jawa.
Teknik membatik tak hanya dilakukan dengan menggambar pola secara keseluruhan pada kain. Ada juga teknik pembuatan batik sasambo yang menggabungkan teknik tenun sebelum dibatik. Kombinasi ini menghasilkan akulturasi budaya batik yang unik tanpa meninggalkan ciri khas khas Nusa Tenggara. Dan kreasi ini bisa didapatkan di batik sasambo khas NTB.
Sebagian produsen batik menggunakan alat untuk menciptakan pola pinggiran yang berulang seperti pola rumah adat uma lengge atau kakando. Dengan teknik cap, pembatikan akan relatif cepat sehingga hemat waktu.
Untuk menambah warna tak jarang perajin memakai teknik colet atau mengoleskan warna secara manual di atas kain secara langsung. Menggunakan alat kuas dan cat kain, perajin yang terampil akan mewarnai sesuai pola yang ditentukan. Itulah sebabnya beberapa batik sasambo memiliki warna yang variatif dalam selembar kain.
Jika produk batik dipesan dalam jumlah pengrajin umumnya menawarkan batik printing dengan ciri khas sasambo. Batik printing tak hanya cepat diproses tetapi juga mampu menghasilkan produk dalam jumlah banyak pada tempo yang lebih singkat.
Alat untuk Menenun:
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan adalah serangkaian proses pembuatan tenun dari benang sampai menjadi sebuah kain. Menenun adalah mengolah bahan baku yang berupa benang menjadi barang anyaman yang disebut kain tenun.
Proses pengerjaan bahan baku menjadi kain yang melintang pada benang lungsi yang disebut benang pakan. Proses penyilangan benang pakan pada sela jajar benang lungsi tersebut pada umumnya secara bertahap dengan cara meluncurkan Taropo dari sisi kiri dan kanan dan sebaliknya.
Secara umum prosedur pembuatan kain tenun Tembe Nggoli melalui beberapa tahap yaitu:
- Persiapan alat dan bahan baku benang.
- Penggulungan benang atau Moro.
- Pemisahan benang atau Ngane.
- Proses memasukkan benang ke Cau atau sisir tenun.
- Pembentangan dan penggulungan benang.
- Pembuatan motif dengan menggunakan Ku’u.
- Proses pembuatan tenun.
Persiapan alat dan bahan baku seperti yang dijelaskan di atas. Proses pembuatan tenun songket ini dimulai dengan penggulungan benang atau Moro, dimana penggulungan benang ini dilakukan oleh satu orang dengan teknik memutar menggunkan tangan kiri dan tangan kanan. Namun dalam pembuatan tenun Tembe Nggoli hanya memasangkan benang pada alat yang bernama Janta yang kemudian siap dibentangkan pada alat yang bernama Langgiri. Proses penggulungan benang ini tidak membutuhkan waktu yang lama.
Proses memasukan benang ke dalam Cau atau sisir tenun yaitu kedua kaki harus diluruskan ke depan agar mudah dalam pengerjaannya dan membutuhkan waktu setengah hari dalam proses pengerjaan ini, dan prosesnya harus terus berjalan tidak boleh ditinggalkan karena jika ditinggalkan ujung pangkal benang akan sulit ditemukan sehingga benang akan mudah kusut.
Muna (Menenun)
Dok. Pribadi/Ayu Mara Qonita
Hasil tenunan ini memiliki motif serta warna yang bermacam dan semakin sulit motif atau semakin bagus kualitas benang yang digunakan, maka semakin mahal juga harganya. Contohnya seperti kain Weri yang digunakan oleh laki-laki dengan cara mengikatkannya di bagian pinggang. Namun, harga yang diberikan itu setara dengan kualitas kain tenunnya.
Sebagai salah satu produk yang unik, sambolo merupakan pelengkap pakaian adat Bima yang berupa ikat kepala dari kain tenun. Di UKM, umumnya sambolo yang dibuat dari kain khusus dijual dengan harga Rp60.000 sampai Rp150.000, sedangkan untuk harga sarung berkisar Rp200.000 hingga Rp2.000.000, tergantung jenis dan bahan kain.
Sebagai daerah yang terdapat banyak pengrajin tenun, tidak jarang Kota Bima menjadi tujuan para wisatawan untuk lebih mengenal salah satu budaya Bima ini. Para wisatawan tidak hanya dapat menyaksikan pembuatan kain tenun dari proses awal, bahkan mereka juga dapat ikut serta dalam pembuatannya.
Untuk lokasinya sendiri, di wilayah timur kota Bima terdapat kelurahan-kelurahan penghasil kain tenun Bima asli lainnya seperti kelurahan Ntobo, Rabadompu Barat, Rabadompu Timur, Rite, Penanae, dan Nitu. Sedangkan di Kecamatan Raba atau di Kecamatan Rasanae Timur, penghasil kain tenun dapat dijumpai di kelurahan Lelamase, Oi Fo'o, Kumbe, dan Nungga.
Selain itu, kelurahan-kelurahan tersebut terletak di pinggiran kota yang masih asri dan kental dengan nuansa pedesaannya. Sangat disayangkan apabila mengunjungi Kota Bima tanpa singgah di tempat wisata tenun tersebut.
Tags: tenun motif