... Memahami Keindahan Motif Tenun Maumere: Panduan DIY dan Inspirasi Sulaman

Motif Tenun Maumere - Karya Seni Anyaman Tradisional untuk Inspirasi Kerajinan Tangan

Tenun Ikat Nagekeo

Nagekeo adalah salah satu suku di Flores yang juga memiliki tradisi tenun ikat yang indah dengan motifnya.

Kain tenun ikat Nagekeo ditenun dengan benang-benang alami yang diperoleh dari tumbuhan lokal.

Adapun Pola-pola pada kain tenun ini mencerminkan cerita dan simbolisme budaya Nagekeo.

Kain tenun Nagekeo juga dikenal dengan warna-warna alaminya yang lembut dan nuansa yang tenang.

Kain tenun khas Flores merupakan warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Melalui kain tenun, masyarakat Flores menjaga identitas budaya mereka dan memperkuat ikatan sosial dalam komunitas mereka.

Kain-kain tenun ini bukan hanya sebagai pakaian, tetapi juga sebagai pernyataan keindahan seni dan kebanggaan akan tradisi mereka.

Bagi para pecinta seni dan budaya, mengenal dan mengapresiasi kain tenun khas Flores adalah cara yang baik untuk mendukung warisan budaya Indonesia.

Setiap potongan kain tenun memiliki cerita yang unik, dan memiliki kain tenun khas Flores adalah memiliki potongan kekayaan budaya yang luar biasa.

Jenis Motif Kain Tenun dari NTT

Kain Tenun Jara Nggaja Ende

Kain tenun dari Nusa Tenggara Timur yang satu ini punya motif utama yang berbentuk heewan kuda dan gajah. Dua motif hewan ini punya makna dan filosofi lho.

Motif kuda sendiri melambangkan kendaraan menuju ke alam baka, sedangkan motif gajah melambangkan kendaraan dewa pemberi keadilan dalam kepercayaan masyarakat di Ende.

Ada kepercayaan yang cukup mistis dibalik Kain Tenun Jara Nggaja Ende lho! Konon katanya, pemakaian kain tenun motif ini harus tepat dan benar. Kalau enggak, dipercaya akan membawa penggunanya menuju kematian. Hiii merinding yaa!

Kain Tenun Kelimara Nggela

Kain Tenun Kelimara Nggela melambangkan kehidupan masyarakat di Nggela, NTT yang begitu harmonis dan menyatu dengan alam, terlebih gunung. Hal ini juga sebagai perlambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Motif Kelimara yang cantik lahir dari filosofi ini. Kain tenun Kelimara Nggela identik dengan motif segitiga serupa gunung yang menjulang ke atas. Umumnya berwarna coklat tua.

Kain Tenun Jarang Atibalang

Berikutnya ada kain tenun Jarang Atibalang. Kain tenun ini asalnya dari Maumere, Nusa Tenggara Timur. Tenun Jarang Atibalang ini kalau secara bahasa dapat diartikan, “jarang” yaitu kuda dan “atibalang” yakni manusia.

Sama seperti kain tenun Jara Nggaja di Ende, kain tenun Jarang Atibalang juga punya makna filosofis berupa kuda sebagai kendaraan manusia menuju ke alam berikutnya dalam kepercayaan masyarakat setempat.

Kain Tenun Lawo Butu

Motif yang satu ini dikabarkan udah hampir punah atau jarang sekali ditemui. Dapat dikatakan, kain tenun dengan motif Lawo Butu adalah kain tenun paling kompleks diantara kain tenun NTT lainnya!

Kain tenun Lawo Butu juga cukup unik lho! Kain tenun ini biasa dipakai menjelang upacara sakral untuk memanggil hujan. Motif-motif rumit dari kain tenun ini biasanya didominasi oleh motif kuda, sampan, gurita, dan masih banyak motif kompleks lainnya!

Nilai dan sejarah Kain Tenun Palue

Ilustrasi seorang penenun dari Sikka, Nusa Tenggara Timur (Sumber gambar: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Tenun adat Palue merupakan seni yang diturunkan oleh nenek moyang Masyarakat Palue yang digunakan sebagai kain adat dan juga sumber mata pencaharian. Masyarakat pulau ini meyakini bahwa dalam menenun seorang penenun dilarang untuk mengeluarkan kata-kata kotor.

Dijelaskan oleh Natalia, motif yang diciptakan dalam kain menjadi informasi dan juga nilai dari tatanan hidup masyarakat Palue. Salah satu contoh motif yang memiliki nilai yang besar adalah motif gambar kaki ayam. Motif ini menunjukan budaya setempat yang menggunakan ayam sebagai hewan kurban ketika akan membuka sebuah kebun baru.

Tidak hanya itu, motif lain yang digunakan adalah motif kenari sebagai simbol kesuburan dari pulau Palue, motif busur yang menjadi simbol keperkasaan laki-laki Palue, motif kepiting, yang menggambarkan kehidupan kekal, serta motif segitiga yang memberi gambaran terkait gunung sebagai simbol yang tertinggi yakini Tuhan dan leluhur.

"Biasanya kami sebagai penenun sering menggunakan kekayaan alam yang ada di sekitar kami sebagai motifnya", tutur Natalia.

Terinspirasi dari letak geografisnya yang terletak di tengah lautan lepas, masyarakat Palue juga membuat motif dari kapal, motif lautan atau ombak, dan juga motif daratan. Motif-motif ini dijelaskan oleh natalia sebagai gambaran kehidupan baik sosial maupun keadaan alam di Pulau Palue.

Selain nilai dari motifnya, kain adat Palue juga menjadi salah satu faktor untuk menilai seorang perempuan. Hal ini dikarenakan, kain-kain tenun ini dibuat oleh perempuan Palue akan menjadi simbol kehormatan dari seorang wanita dengan menghasilkan tenunan sendiri.

Lebih Dekat dengan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur

Tenun adalah sebuah teknik dalam pembuatan kain, yaitu dengan menggabungkan benang secara memanjang dan melintang. Kain tenun dari NTT merupakan kain yang dibuat dengan teknik tenun tersebut dan dilakukan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur. Biasanya kain tenun ini difungsikan sebagai kain adat.

Yang mana kain adat ini digunakan sebagai busana untuk menutupi badan dalam keseharian, sebagai busana untuk upacara adat maupun tari adat, sebagai penunjuk status sosial, sebagai bentuk cerita mengenai mitos dari motifnya, sebagai wujud penghargaan dalam acara kematian, hingga dijadikan sebagai mahar dalam perkawinan.

Meski begitu, tiap daerah umumnya mempunyai penggunaan khusus di tiap suku terkait kain tenun yang dijadikan sebagai kain adat tersebut. Motif kain tenun NTT ini juga bervariasi, karena keberagaman suku yang ada di sana. Sehingga tiap wilayah dan suku mempunyai keunikan yang khusus bila dibandingkan dengan daerah lain.

Mera Bura, Napak Tilas Kemerdekaan RI dalam Koleksi Busana Tenun Ikat

"(Belajar menenun) dari kecil, umur 15 tahun. (Dulu belajar bersama) nenek-nenek. (Waktu itu yang susah) Menenun motif kecil," kata Martina pada Liputan6.com di Sarinah, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).

Martina tak datang sendiri. Ia bersama Cletus Beru, seorang penggagas Sanggar Doka Tawa Tana diundang langsung oleh KCBI untuk turut ambil bagian dalam pameran yang akan berakhir pada Kamis, 31 Oktober 2019 tersebut.

Sembari sibuk menjawab pertanyaan dan melayani pengunjung, Cletus sempat berbagi sepenggal kisah mengenai kain tenun ikat khas daerahnya.

"Pelestarian tenun Maumere ini, saya bergerak sudah 10 tahun. Awalnya dari orangtua saya almarhum mengawali ini. Dulu saya tinggal di Batam sempat di PHK, saya pulang kampung melihat situasi dan kondisi, tingkah laku anak muda yang tidak punya pekerjaan," kata Cletus.

"Saudaraku yang Muslim kalau tidak pakai kafan (saat meninggal) kan lucu, orang Flores meninggal tidak pakai kain tenun itu memalukan. Jadi, jangan sampai itu punah, lalu ini kalau tidak diwariskan nanti habis di tangan kita," lanjutnya.

Selama satu dekade, Cletus bolak-balik Batam-Maumere untuk melestarikan budaya asal daerahnya. Ia pun menghidupkan kembali tarian tradisional, musik, tenun ikat, kapas lokal ditanam kembali, dan pewarna alam, yang semua dimulai dari alam.

"Saya punya sanggar dengan orang-orang satu desa, desa itu jadi desa wisata Uma Uta, kampung adat Dokar, sanggar Doka Tawa Tana. Pemerintah mengajak ini pariwisata berbasis ekonomi kreatif. Jadi, kita bisa jual jadi paket wisata, orang wisata ke kampung dan bisa melihat proses tenun, makan makanan tradisional," tambahnya.


Tags: tenun motif

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia