Membuat Sejarah dengan Jahitan - Kisah Pahlawan di Balik Pembuatan Bendera Merah Putih
Merah-Putih dalam Sejarah Indonesia
Pada zaman kerajaan di Nusantara, bendera atau panji-panji kebesaran dengan unsur warna merah dan putih juga kerap digunakan, salah satunya oleh Kerajaan Majapahit (1293–1527 Masehi).
Pada masa perjuangan melawan penjajah Belanda atau VOC, pasukan Pangeran Diponegoro mengibarkan panji merah putih dalam Perang Jawa (1825-1830) di Yogyakarta dan Jawa Tengah. Begitu pula dengan bendera perang Sisingamangaraja XII (1876-1907) di tanah Batak, Sumatera Utara.
Selanjutnya, memasuki abad ke-20 atau Era Pergerakan Nasional, bendera dengan warna merah dan putih berkibar saat pelaksanaan Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta) pada 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda.
Menjelang kemerdekaan RI, Fatmawati yang merupakan istri Ir. Sukarno, menjahit kain berwarna merah dan putih untuk dijadikan bendera. Bendera bersejarah yang disebut Sang Saka Merah Putih ini akhirnya dikibarkan dalam upacara proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945.

Suhud Sastro Kusumo
Suhud ini sahabat dekat dari Latief, sayangnya, nggak banyak literatur yang mengisahkan tentang kehidupannya. Suhud lahir tahun 1920. Beliau menjadi anggota Barisan Pelopor yang didirikan Jepang. Beliau wafat pada tahun 1986 di usianya yang ke 66 tahun. Di buku sejarah, nama Suhud selalu bersanding dengan Latief sebagai pengibar bendera.
Padahal, sebelum memulai tugas mulianya pada 17 Agustus 1945 sebagai pengibar bendera, Suhud memiliki peran yang cukup penting pula. Menjelang hari proklamasi, tepatnya di tanggal 14 Agustus 1945, Suhud dan beberapa anggota Barisan Pelopor kala itu, ditugaskan untuk menjaga keluarga Soekarno.
Namun, di tanggal 16 Agustus, Suhud kecolongan dengan diculiknya Soekarno oleh golongan pemuda (Sukarni dan Chaerul Saleh). Inilah awal mula terjadinya peristiwa Rengasdengklok.

Abdul Latief Hendraningrat
Dilihat dari namanya yang berbau “keningratan” pasti orang yang mendengar namanya langsung berpikir pastilah orang Jawa. Tapi tidak dengan Latief, ia lahir di Jakarta pada 15 Februari 1911.
Nama belakangnya yang ada unsur ningrat-ningratnya gitu karena ayahnya, merupakan demang (kalau sekarang mungkin kayak Pak Camat gitu) yang berada di daerah Jatinegara, Jakarta Timur.
Semangatnya memperjuangkan kemerdekaan untuk Indonesia nggak main-main, lho! Latief terdaftar di pelatihan ketentaraan bentukan Dai Nippon, Sinen Kunrenshoo (Pusat Latihan Pemuda) di tahun 1942 dan bergabung di PETA (Pembela Tanah Air).
Di PETA, Latief menempati posisi komandan kompi atau setingkat di bawah komandan batalyon yang merupakan posisi tertinggi di posisi itu.
Sebelum proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Latief turut berperan untuk mendesak Sukarno-Hatta kala itu untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Saat proklamator ‘diculik’ ke Rengasdengklok, Latief bertugas mengamankan lokasi diadakannya proklamasi.
Tags: jahit yang adalah toko putih ende