"Kaki Terluka - Kisah di Balik Jahitan Foto"
Bisakah Luka Sobek di Kaki Dijahit dengan BPJS?
ilustrasi dari Canva
Jahit kok pakai BPJS? Ya pakai benang donk ^_^ CERDAS deh
Sesampai di IGD Rumah Sakit Delima, saya diperiksa pak perawat dan dipersilahkan berbaring di ranjang. Ada dua atau tiga pasien (saya lupa) yang ada di ruangan bersama saya. Sementara suami mendaftar, saya menunggu sambil mendengarkan pasien sebelah yang diperiksa. Sepertinya dia kena covid 19, saya pun langsung ngeri.
Beneran kena covid 19? Entahlah, berdasarkan pemeriksaan si ibu tersebut demam, diare beberapa hari lalu, sempat batuk dan sesak nafas. Lalu si ibu harus dirawat dan ditunggu oleh satu orang saja. Itu sih yang saya dengar dan saya pun pengen pulang, huhuhu.
Tiba giliran saya yang ditanya-tanya oleh pak perawat. Ada beberapa pertanyaan yang harus saya jawab, seperti apakah saya demam, batuk, diare, sesak nafas dalam seminggu terakhir? Apakah saya menghadiri acara dengan banyak orang dalam seminggu terakhir? Apakah ada orang luar yang berkunjung ke rumah saya dalam seminggu terakhir?
Jadi, fix ya kalau luka sobek di kaki karena jatuh atau kecelakaan tidak bisa dijahit dengan BPJS. Saya pun memilih jahit luka di Rumah Sakit Wajak Husada saja lah karena lebih dekat dengan rumah.
Proses Jahit Luka
Saya pun kembali ke Rumah Sakit Umum Wajak Husada untuk menjahitkan luka. Saya juga memilih untuk bius lokal di sekitar luka saja agar lebih murah.
Pertama, perban dibuka oleh mas perawat yang juga memasang perban pada kaki saya. Sepertinya darah terus mengalir karena merembes sampai keluar perban. Jadi keputusan saya tepat kan kalau minta dijahit saja karena sepertinya lukanya dalam meski hanya terkoyak sekitar 3cm.
Saat disuntik, saya diminta menarik nafas panjang. Clekiiiiiit… oh, rasanya mirip saat disuntik mau donor itu loh. Tapi suntik di kaki ada rasanya ngilu dan meskipun jarum udah dicabut seperti masih nancap aja selama beberapa detik, huhuhu.
Sempat mengalami mual-mual, apakah saya alergi antibiotik?
Ada yang menyarankan diminum aja terus walau merasa mual karena tubuh saya saat ini sedang butuh antibiotic. Saya pun galau, huhuhu.
Lalu, seorang teman menyarankan untuk mengganti ratidin dengan Polysilane yang mengandung antasida. Alhamdulillah saya pun nggak mual lagi.
Benar saja, pas hari Kamis (3/9) saya control ke rumah RSU Wajak Husada luka saya belum mengering dan lagi-lagi bernanah. Saya enggak tahu mengapa kok bisa bernanah padahal enggak pernah kena air, mandi pun perbannya saya bungkus handuk. Aslinya saya pengen nggak mandi aja tapi khawatir kena biang keringat. Jadi, nggak usah dibayangkan deh betapa ribetnya harus mandi dengan kaki dibungkus handuk, wkwkwkw.
Sampai-sampai perawatnya curiga saya membatasi asupan makanan. Istilahnya “tarakan”. Ada kan ya orang habis operasi membatasi makanan, seperti gak makan sayur berkuah, gak makan ayam, dll. Tapi saya enggak kok. Enggak ada lah pantangan makanan untuk luka jahitan, semua saya makan. Ya sayur, protein hewani yang katanya bisa mempercepat penyembuhan luka, dan minum air bening minimal 2 liter perhari. Saking pengin cepat sembuh.
Tapi ya gitu deh… luka saya belum kering dan benang belum bisa diangkat.
Dokter sempat menyarankan agar perbannya dibuka saja, enggak usah ditutup biar cepat sembuh. Duh, saya kok ngeri ya melihat luka yang belum kering terbuka tanpa perban. Akhirnya ya luka saya ditutup kasa lagi tapi enggak terlalu rapat.
Dokter juga meresepkan gentamine, salep untuk mengeringkan luka jahitan. Tapi saya enggak jadi beli karena harganya 130 ribu-anhehehe. Oiya, kebetulan saat itu di apotik terdekat rumah saya pas kosong.
Tags: jahit