Seni Kerajinan Jarum dan DIY - Memahami Kekayaan Kerajinan dalam Rumah Adat
Keunikan Rumah Adat Suku Asmat
Jew hadir dengan berbagai keunikan yang tidak dimiliki oleh rumah adat lainnya mulai dari kehadirannya yang multifungsi, dibuat dengan bahan-bahan alami dan cara mengukur panjang bangunannya. Berikut keunikan beserta penjelasannya:
1. Multifungsi
Rumah adat jew sangat multifungsi karena tidak hanya sebagai tempat tinggal melainkan digunakan untuk rapat bersama seluruh warga, rumah beribadah, tempat untuk menyelenggarakan upacara adat hingga digunakan untuk menyimpan berbagai jenis senjata.
2. Dibuat dari Bahan Alami
Hampir semua material yang digunakan untuk membuat rumah adat suku Asmat ini dari bahan-bahan alami. Pemilihan bahan alami ini dipercaya oleh suku Asmat bahwa leluhur akan membantu proses pembangunan dan melebur di dalam rumah yang akan dibangun.
Ya, mengingat suku Asmat adalah penganut kepercayaan animisme dan dinamisme, maka tidak heran jika mereka percaya bahwa setiap bahan alami yang diambil langsung untuk membangun rumah akan melebur bersama leluhur.
3. Panjang Rumah Disesuaikan dengan Jumlah Keluarga
Uniknya ketika membangun rumah adat jew ini adalah bahwa semakin banyak anggota dalam keluarganya, maka akan semakin panjang pula bangunan rumah. Tidak hanya itu saja, jumlah anggota yang semakin banyak ini juga mempengaruhi jumlah pintu.
Menariknya, semua aturan dalam membuat rumah adat suku Asmat jew ini masih dipercaya hingga saat ini. Ya, meskipun sekarang sudah banyak masyarakat suku Asmat yang terpengaruh oleh globalisasi dan modernisasi, kepercayaan ini masih mengakar kuat kepada mereka.
Keunikan Rumah Adat Tongkonan
Kini rumah adat Tongkonan tak lagi difungsikan sebagai rumah tinggal saja karena hampir setiap penduduk yang menghuni rumah ini juga membangun rumah tinggalnya sendiri. Pada mulanya rumah adat Tongkonan kerap digunakan sebagai salah satu pusat budaya bagi para masyarakat Toraja.
Rumah adat tongkonan ini juga kerap digunakan sebagai tempat upacara religi bagi keluarga yang menghuninya. Rumah Tongkonan juga digunakan sebagai rumah tradisional atau banuan bahkan menjadi sebuah lumbung padi.
Sesuai nilai filosofisnya, rumah adat Tongkonan seluruh aspek kehidupan yang ada dengan ukuran yang luas. Oleh karenanya masyarakat Toraja juga sangat mensakralkan rumah Tongkonan hingga kini. Tiap ruang pada Rumah Adat Tongkonan memiliki fungsi yang berbeda-beda, berikut penjelasannya.
Banua Sang Borong
Bangunan ini juga disebut Barung-barung. Banua sang sorong atau atau Sang Lanta merupakan bagian rumah yang hanya terdiri dari satu ruangan saja karena tidak memiliki penyekat antara ruangan. Ruangan ini juga kerap difungsikan untuk melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan banyak orang. Banua Sang Borong memiliki bentuk ruang tanpa sekat sehingga hanya berbentuk satu ruangan saja, sehingga semua kegiatan dilakukan dalam satu ruangan tersebut. Bangunan ini kerap dibangun bagi utusan dari seorang penguasa adat.
Banua Duang Lanta
Banua Duang Lanta sebagai rumah tradisional yang tidak mempunyai peranan adat dan umumnya merupakan rumah keluarga. Bangunan Banua Duang Lanta terdiri dari dua jenis ruang, yaitu sali dan sumbung. Sumbung sebagai ruangan yang terletak di bagian selatan difungsikan sebagai tempat beristirahat.
Sali juga kerap diletakan pada bagian utara rumah. Ruangan ini juga lebih rendah 30-40cm dari sumbung. Meski berukuran lebih luas dan panjang karena di ruang inilah tempat seseorang memasak, dan tempat menyimpan jenazah bila ada yang meninggal namun belum atau akan diupacarakan.
Seni Rupa Masyarakat Suku Batak
Seni rupa yang paling menonjol dalam kehidupan masyarakat suku bangsa Batak adalah seni bangunan, seni kerajinan, dan seni berpakaian.
Ciri khas yang nampak pada seni bangunan masyarakat suku bangsa Batak adalah arsitektur rumah adatnya. Rumah adat Batak disebut ruma atau dalam bahasa Batak Toba disebut jabu.
Arsitektur rumah adat Batak merupakan perpaduan yang harmonis, antara seni pahat, seni ukir, dan seni kerajinan.
Rumah adat Batak atau ruma merupakan akronim dari Ririt di Uhum Manotari di Adat, yang artinya sumber hukum adat dan sumber pendidikan suku bangsa Batak.
Dengan demikian keberadaan sebuah rumah bagi masyarakat suku bangsa Batak bukan sekedar tempat tinggal atau tempat berlindung dari panas dan hujan maupun tempat persinggahan semata, lebih dari itu menurut masyarakat adat Batak rumah merupakan pusat hukum adat dan pusat pendidikan bagi generasi penerus keturunan keluarga Batak.
Adapun bentuk bangunan rumah adat Batak adalah rumah panggung yang terdiri atas tiang-tiang penyangga, badan rumah, dan atap rumah.
Tiang-tiang penyangga tersebut dari kayu bulat (gelondongan) yang paling besar dan kokoh. Tiang tersebut dinamakan tiang parsuhi.
Tiang-tiang penyangga tersebut berada di setiap sudut dan berdiri tegak di atas pondasi batu yang kuat. Pondasi batu tersebut dinamakan batu parsuhi.
Jumlah tiang penyangga yang diperlukan dalam membangun sebuah rumah tergantung dari seberapa besar ukuran rumah yang akan dibangun.
Makin besar ukuran rumah, tiang penyangga yang dibutuhkan makin banyak. Jumlah tiang yang dibutuhkan dalam membangun sebuah rumah secara spiritual memiliki makna tertentu.
Bagian badan rumah merupakan bagian utama tempat kegiatan keluarga berlangsung, memiliki dinding yang terbuat dari bahan papan kayu yang tebal.
Fungsi dinding selain sebagai penutup badan rumah juga berperan memperkokoh tegaknya rumah. Pada bagian dinding depan dan belakang umumnya diberi hiasan lukisan ataupun ukiran, biasanya gambar cecak. Bagian atap rumah terbuat dari bahan ijuk.
Tags: kerajinan rumah