...
Bagi suku Asmat, seni ukir kayu adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang diwariskan dari generasi ke generasi. Mengukir menjadi tradisi kehidupan dan ritual yang terkait erat dengan spiritualitas hidup dan penghormatan terhadap nenek moyang. Ketika Suku Asmat mengukir, mereka tidak sekadar membuat pola dalam kayu tetapi menuangkan nilai spiritualitas dalam hidup. [3]
Ukiran Asmat menjadi media penghubung antara kehidupan di dunia dengan kehidupan dunia arwah. Lewat seni ukir suku Asmat tetap terhubung dengan nenek moyangnya. Segala jenis ukiran dibuat bersama-sama mulai dari dayung, perisai, tifa, busur dan sebagainya yang kemudian diberi nama sesuai dengan orang yang baru meninggal. Pemberian nama itu untuk mengingatkan mereka pada yang meninggal. [3]
Hampir seluruh ukiran Asmat dikerjakan oleh kaum laki-laki. Hasil kerajinan atau ukiran mereka umumnya dipergunakan untuk keperluan ritual tetapi ada juga yang tidak dipergunakan untuk keperluan itu. Setiap pengrajin atau pengukir mempunyai ciri sendiri, khusus mengenai ukiran yang diperlukan untuk keperluan ritual memiliki perbedaan yang sangat jelas. [3]
Ukiran Asmat memiliki ciri khas yang membedakannya dengan ukiran dari daerah lain. Pengerjaan yang rapih dan detil-detil ukiran yang rumit menjadi alasan mengapa ukiran Asmat tersohor ke seluruh penjuru dunia dan banyak diburu para penggemar seni. [3]
Motif-motif yang berhubungan dengan alam, makhluk hidup dan aktifitas kehidupan sehari-hari banyak ditemui di dalam ukiran Asmat. Pola yang umum ditemui seperti kelelawar, burung cendrawasih, dan ikan. Sedangkan bentuk aktifitas yang biasa dituangkan adalah manusia yang sedang berperang, berburu, atau mencari ikan, tidak jarang juga mereka membuat refleksi aktifitas hidup para leluhur Asmat. Yang pasti, motif maupun bentuk ini tak pernah lepas dari kehidupan suku Asmat sendiri. [3]
Suku Asmat memiliki dua macam rumah adat dengan fungsinya masing-masing yang erat kaitannya dalam menjaga serta memelihara kebudayaan khas suku penghuni pulau Papua tersebut. Rumah adat yang dimaksud ialah sebagai berikut:
Rumah jew atau yang biasa disebut rumah bujang merupakan rumah adat khas suku Asmat. Rumah jew ini berfungsi sebagai tempat untuk musyawarah yang menyangkut kehidupan warga. Mulai dari rapat adat, lokasi pembuatan kerajinan tangan dan ukiran kayu, tempat perencaan strategi perang, hingga keputusan menyangkut desa mereka sekaligus tempat tinggalnya para laki-laki bujang asmat sehingga dikenal dengan rumah bujang oleh masyarakat setempat.
Rumah tysem atau biasa juga di sebut rumah keluarga, ialah rumah adat suku Asmat yang berfungsi sebagai tempat tinggal mereka yang sudah berkeluarga. Biasanya didiami oleh 2 sampai 3 pasang keluarga yang menghuni tysem yakni terdiri dari 1 keluarga inti senior dan 2 sampai 3 keluarga yunior. Jumlah anggota keluarga inti masyarakat asmat biasanya terdiri dari 4 sampai 5 atau 8 sampai 10 orang.
Rumah Tysem memiliki kesamaan bentuk dengan rumah Jew yakni berbentuk rumah panggung. Dalam proses pembuatannya tidak menggunakan materi bangunan berupa paku atau yang lain semacamnya, namun menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat dihutan