"Organisasi Kerajinan Amai Setia - Wadah Kreativitas dan Kepedulian Masyarakat"
Pendidikan dan wirausaha [ sunting | sunting sumber ]
Upaya awal Ruhana pada bentuk pendidikan yang lebih terorganisir datang pada 1905 ketika ia mendirikan sekolah artisanal di Koto Gadang. [9]
Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya ia kembali ke kampung. Pada 1908, pada usia 24 tahun, Ruhana menikah dengan Abdoel Koeddoes, seorang notaris, dan dikenal sebagai Roehana Koeddoes. Abdoel Koeddoes mendukung upaya istrinya dalam mendidik perempuan. [1] [11]
Pada Februari 1911, Ruhana memutuskan untuk mendirikan suatu perkumpulan pendidikan perempuan yang lebih terorganisir, bernama Kerajinan Amai Setia, dengan sekolah yang secara khusus bertujuan untuk mengajarkan keterampilan dan keterampilan di luar tugas rumah tangga biasa, serta membaca tulisan Jawi dan Latin serta mengelola rumah tangga. [5] Selama ini, ia menghadapi tentangan dari berbagai sumber yang menentang perubahan dan kemajuan perempuan. Dengan dukungan suaminya, Ruhana bertahan dan akhirnya membujuk orang untuk berpihak padanya, akhirnya merekrut sekitar enam puluh siswa. [5]
Sekolah ini mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda pada 1915, dan menjadi pusat pengrajin untuk bekerja sama dengan pemerintah Belanda dalam penjualan karya mereka di kota-kota besar dan luar negeri. [5] Itu adalah satu-satunya produsen kerajinan yang memenuhi standar pembelian internasional. [7] Sekolah ini terletak di Nagari Koto Gadang, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam dan bangunannya masih berdiri sampai sekarang. [4]
Sekolah Kerajinan Amai Setia berbagai keterampilan untuk perempuan, keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda. Banyak sekali rintangan yang dihadapi Roehana dalam mewujudkan cita-citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang, bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannnya untuk memajukan kaum perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkannya. [12]
Perempuan Wartawan Pertama Rohana Kudus Pergi, tapi Suaranya Abadi
Rohana Kudus adalah perempuan wartawan pertama Indonesia yang giat memperjuangkan hak-hak puan.
Jasmine Floretta V.D
- August 18, 2023
- 5 min read
- 702 Views
Pada 2019, Presiden Joko Widodo menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada enam tokoh yang dinilai berjasa bagi Indonesia. Di antara nama yang muncul, ada sosok Rohana Kudus. Ia satu-satunya perempuan dari Sumatera Barat yang dicatat sejarah sebagai pahlawan sejak pertama kali diusulkan pada 2018.
Rohana Kudus alias Sitti Rohana lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam pada 20 Desember 1884. Ia mendedikasikan diri untuk memperjuangkan hak-hak perempuan di masyarakat Minangkabau, yang notabene masih mendiskriminasi perempuan.
Soraya Oktarina dalam penelitian bertajuk Rohana Kudus: Gender Dan Gerakan Sosial-Politik (2021) menjelaskan, paham matrilineal di tengah masyarakat Minangkabau, tidak serta merta membuat perempuan sejahtera dan setara dengan laki-laki. Banyak perempuan tetap tak diperbolehkan untuk sekolah karena perempuan berpendidikan lekat dengan citra pembangkang. Selain itu, tokoh adat berdalih perempuan sudah ditinggikan derajatnya dengan menjadi penjaga rumah gadang, sehingga tak butuh pendidikan lagi.
Tak cuma itu, perempuan harus rela dipingit dan dijodohkan dengan laki-laki pilihan sang mamak saat masih berusia 12 tahun. Pernikahan dini tak jarang membuat perempuan Minangkabau terperangkap dalam peran gender tradisional sebagai ibu dan istri selama hidupnya.
Rohana Kudus sama seperti perempuan Minangkabau lain saat itu, juga punya nasib sama: Tak pernah sekolah. Beruntung, berkat jasa ayah Muhammad Rasyad Maraja Sutan yang berprofesi sebagai juru tulis sekaligus jaksa kepala, Rohana diajarkan menulis, membaca, dan menghitung. Sang ayah pun sering membawakan majalah dan buku berbahasa Belanda, sehingga membuat Rohana jadi cerdas dan gemar membaca.
Berjuang untuk Pendidikan Perempuan
Saat ia dewasa tepatnya saat berusia 27 tahun, keinginannya untuk memberdayakan perempuan lewat pendidikan pun ia realisasikan dengan mendirikan sekolah Kerajinan Amai setia (KAS) pada 11 Februari 1911. KAS mengajarkan perempuan tanpa batas umur dan status sosial menulis, membaca, berhitung, menjahit, menyulam, dan menggunting.
KAS juga difungsikan sebagai pusat kerajinan perempuan Koto Gadang. Ia sendiri lalu menjalin kerja sama dengan pemerintah Belanda untuk pemesanan peralatan menjahit, sekaligus perantara memasarkan hasil kerajinan muridnya ke Eropa. KAS pun berkembang jadi lembaga perekonomian berbasis industri rumah tangga, koperasi simpan pinjam dan jual beli pertama di Minangkabau yang semua anggotanya perempuan.
KAS pun mulai menambah pelajaran pelajaran Ekonomi, Manajemen, dan Keuangan. Tujuannya agar perempuan bisa mandiri secara ekonomi lewat pemahaman pola keuangan yang terstruktur.
“Khususnya bagi perempuan dari kalangan tidak mampu. Apabila perempuan bisa mencari nafkah untuk diri sendiri, paling tidak, kaum perempuan tidak akan bergantung pada orang lain. Hidup terus berjalan, masalah selalu ada. Kita tidak bisa diam dan hanya menangis,” kata Rohana dalam sebuah pertemuan.
Tags: kerajinan