... Tenun Sumba Timur: Seni Sulaman Tradisional yang Menginspirasi untuk Proyek Kerajinan DIY Anda

Tenun Sumba Timur - Keindahan Budaya dan Seni Kerajinan Jarum DIY

Menjaga Tradisi dan Nilai Budaya Tenun Ikat Sumba

Kawan GNFI, selain terkenal dengan panorama yang memukau dan alam yang masih lestari, Pulau Sumba yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), ternyata memiliki warisan leluhur yang patut kita jaga, yakni kain tenun ikat Sumba.

Kain tenun ikat Sumba adalah salah satu bentuk dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh Provinsi NTT. Tenun ikat ini merupakan kain nusantara nan eksotis yang diciptakan oleh para seniman tenun (artisan) dari Sumba Timur. Kain tenun ikat Sumba bukanlah kain yang bisa dikerjakan secara sembarangan, yang mengerjakannya pun bukanlah sembarang orang.

Jenis dan corak kain tenun ikat Sumba sudah lama populer karena keunikan cara pembuatannya serta bahan yang digunakan. Motif dan proses pembuatan kain tenun ikat Sumba memerlukan waktu relatif lama, yakni empat hingga enam bulan untuk sehelai kain tenun berukuran lebar .

Daya pikat tenun ikat tradisional itu memang sudah kadung populer sejak berabad-abad lalu, dan tradisinya sebagian masih dijaga oleh para wanita Sumba. Mereka menangani seluruh proses tenun ikat mulai dari memilih motif, mempersiapkan bahan-bahan (benang, pewarna), proses penenunan, hingga pada akhirnya menghasilkan selembar kain.

Bahan Pembuatan Tenun

Bahan pembuatan tenun ikat di daerah NTT ini dapat terbagi menjadi dua kategori yaitu :

  • Bahan alami. Umumnya, bahan alami di Sumba terbuat dari tanaman kapuk randuyang kapasnya dipintal. Sementara kulit batang kayu randu akan menjadi benang untuk sulaman lawu. Selain itu, ada juga bulu hewan, biji tanaman, serat daun, serat batang pohon, serat akan dan mineral seperti emas dan perak. Semuanya termasuk dalam kategori bahan alami.
  • Bahan sintesis. Bahan yang termasuk sintesis adalah benang polyester dan sejenisnya.

Demikian perkenalan kita dengan kain tradisional dari pulau Sumba di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Semoga menambah pengetahuan kita sekaligus meningkatkan rasa bangga pada kekayaan ragam budaya nusantara.

Perlunya vokasi dan literasi intens

Ibu Kirana juga mengatakan bahwa untuk menjaga dan melestarikan budaya penenunan kain tenun ikat Sumba dibutuhkan konsistensi yang tak kenal lelah. Lain itu, butuh dilakukan vokasi atau pendampingan bagi para penenun dan artisan terkait manajemen waktu, tenaga, serta proses pemasaran yang tepat.

Dibutuhkan pula lini eksposur yang militan, agar budaya ini terdengar ke seluruh penjuru negeri, bahkan tenar hingga mancanegara.

''Jadi, kita juga mendorong mereka untuk terus berinovasi dengan motif-motif baru yang menarik, namun tetap lekat dengan nilai seni dasar leluhur. Karena kalau motifnya itu-itu saja, konsumen akan bosan," tandasnya.

Soal eksposur, yayasan juga kerap menggelar pameran saban tahunnya untuk memperkenalkan budaya tenun ikat Sumba. Terakhir, pameran itu dilakukan di Museum Bank Mandiri, Jakarta, pada 2019.

Mimpi lain Ibu Kirana adalah, bahwa dari setiap daerah atau wilayah yang memiliki keanekaragaman budaya untuk dibuatkan Museum.

''Mimpi saya membuat museum disetiap wilayah yang memiliki tradisi seni dan budaya. Ya salah satunya di Sumba ini, harus ada itu museumnya di sana,'' harapnya.

Lebih jauh lagi ia berharap agar anak-anak muda atau masyarakat Indonesia pada umumnya, harus lebih menghargai akar dan nilai budaya dari sebuah hasil karya kedaerahan. Memang, banderol kain adat di beberapa provinsi di Indonesia harganya sangat mahal, tapi baginya itu pantas, karena sebenarnya nilai budaya tak bisa dihargai dengan nilai uang berapa pun.

Upaya lain yang dilakukan untuk menjaga marwah tenun ikat Sumba adalah dengan membawa para penenun ke museum-museum yang berada di luar negeri, agar mereka tahu betapa tinggi nilai kain tenun adat mereka itu di mata dunia internasional.

''Beberapa dari mereka kami ajak untuk melihat langsung pameran di museum yang ada di luar negeri. Mereka takjub, bahwa hasil karya mereka begitu dihargai di sana. Nah, kami berharap bahwa efek psikologis itu yang akan membawa mereka untuk terus melestarikan adat dan budaya leluhur mereka,'' bebernya.


Tags: tenun

`Lihat Lagi
@ 2024 - Tenun Indonesia